Usaha Ikan Bakar Babe Lili Penuh Perjuangan

Komentar · 5 Tampilan

Usaha ikan bakar Babe Lili memang fenomenal. Rasanya sudah tidak terbantaskan, diulas berbagai media masa. Tak aneh memang, namanya begitu melejit tidak hanya di kalangan masyarakat, tetapi artis, dan para pejabat. Rasanya enak mumpuni memiliki cita rasa khas.

Usaha ikan bakar Babe Lili memang fenomenal. Rasanya sudah tidak terbantaskan, diulas berbagai media masa. Tak aneh memang, namanya begitu melejit tidak hanya di kalangan masyarakat, tetapi artis, dan para pejabat. Rasanya enak mumpuni memiliki cita rasa khas.

Restoran miliknya yang berdiri di jalan Wahid Hasyim tak pernah berhenti bau ikan dibakar. Aromanya begitu kuat dari alat- alat pembakaran ikan itu, tapi siapa sangka itulah, restoran yang berdiri sejak 1996 hanya bermodal Rp.38.000 sudah besar

Berkat kegigihan restoran tersebut telah bermetamorphosis menjadi restoran besar. Usaha ikan bakar Babe Lili bukan kaleng- kaleng.

Bisnis serabutan

Pekerja serabutan, begitulah kehidupan pria yang bernama asli Mardji, sebelum akhiranya berdagang. Sejak usia 11 tahun, Babe Lili keluar dari rumahnya, hidup sendiri tanpa bantuan keluarga. Ia dikala masih mudah adalah seorang pengelana yang hidup tanpa tujuan.

Hidupnya berantakan bahkan sempat dianggap sudah tiada atau meninggal. “Pekerjaan apapun saya jalani, dari satpam dan supir bajaj, semua pernah saya lakukan, hingga terjebak di dunia hitam, mengkonsumsi obat-obatan,” ucap bapak berusia 74 tahun ini, kalem.

“Pokoknya haram jadah!,” ucapnya mengenang masa lalunya. Di tahun 2006 bisa dibilang masa dimana ia mendapatkan kesadaran dan pemikiran baru. Sebabnya, Babe Lili merasa sakit hati bukan kepalang

“Saya sakit hati melihat orang bule bisa berbisnis makanan mereka di Indonesia. Anehnya, orang kita malah menyukai makanan mereka. Saya berpikir untuk menciptakan makanan khas laut di tengah kota. Ikan bakar laut pilihan saya,” kisahnya bersemangat.

Babe Lili tak cuma bersemangat tapi nekat memulai bisnis. “Ya, 38.000 modal awalnya. Dulu, saya sering menjajakannya dari rumah ke rumah. Saya keliling ke tiap perumahan untuk menawarkan ikan bakar buatan saya,” lanjut sang pengusaha.

Harga jual masih murah yakni Rp.2000 perekor tidak seperti sekarang. Nah, dari sanalah ikan bakar buatannya mulai digandrungi orang. Bukan hanya dari kalangan bawah, artis dan pejabat pun banyak tertarik. Pengusaha yang memiliki 20 -an karyawan, mengaku bangga mampu menginspirasi orang.

Tak aneh jika restoran ini mampu mengabiskan 60- 70 kilogram ikan laut. Kata Babe Lili, ikan bakanya itu dibumbui setelah dibakar setengah matang. Hal tersebut agar bumbu meresap ke dalam. Di restoran H. Babe Lili ada 8 jenis ikan serta sambal dan lalapan yang dapat dinikmati bersama. 

“Ya, ada sekitar 8 jenis ikan laut yang dijual disini. Sebutlah, ikan kambing-kambing, baronang, kerapu, kakap, kue, bawal, hiu dan ayam-ayam. Selain itu, saya pun menyediakan berbagai olahan udang dan cumi,” ucapnya.

Harganya pun masih terbilang cukup terjangkau, dari 35 ribu – 45 ribu rupiah. Kini bisnisnya itu telah bercabang 2 lokasi di Jakarta. Hasilnya, ia pun bisa naik haji dan keliling Eropa bersama istri dan anak tercinta.

“Sebelumnya, saya tak pernah berpikir bisa naik haji dan keliling Eropa. Alhamdulillah, ini berkah,” ucap ayah 3 anak ini penuh syukur. Setelah hampir 14 tahun berlalu, Babe Lili pun memilih untuk istirahat dari bisnisnya.

Hidupnya kini tak jauh dari sajadah. Ia hanya sekali-kali terlihat di restoran induk, di jalan Wahid Hasyim, karena lokasinya yang berdekatan dengan rumahnya. Sementara, cabang-cabang restorannya ada di daerah Dharmawangsa dan Bintaro dikelola oleh anak-anaknya.

Inilah bisnis dimana kamu bisa mewarisakan sesuatu untuk dikenang dan jadi tumpuan. Usaha ikan bakar Babe Lili mengajarkan kebangkitan tanpa pandang bulu.

 

Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Komentar