Modal Gerobak Dorong Pengusaha Restoran Cak Asmo

Komentar · 46 Tampilan

Mari kita pelajari kisah pengusaha restoran Cak Asmo. Modal gerobak dorong sekarang mendirikan restoran. Penggemar seafood pasti tidak asing dengan nama Depot Cak Asmo. Inilah sosok yang kita bicarakan. Bernama asli Muji Asno merupakan asli Mojokerto, berasal dari keluarga sederhana.

Mari kita pelajari kisah pengusaha restoran Cak Asmo. Modal gerobak dorong sekarang mendirikan restoran. Penggemar seafood pasti tidak asing dengan nama Depot Cak Asmo. Inilah sosok yang kita bicarakan. Bernama asli Muji Asno merupakan asli Mojokerto, berasal dari keluarga sederhana.

Boleh dibilang dia adalah orang tidak mampu. “Ayah saya bekerja sebagai pedagang ayam kampung yang dibeli dari tetangga dan dijual ke kota,” kenangnya, dalam sebuah artikel di Majalah Bali.

 

Perjalanan Bisnis

 
Ayahnya hanya pedagang ayam kampung. Itupun dibeli dari tetangga buat dijual ke pasar. Ibu Asmo hanya ibu rumah tangga biasa. Semenjak masalah keluarga maka ibu Asmo menjadi single parent. Ini berarti sang ibu terpaksa menjadi tulang punggung keluarga.

 

Usia Cak Asmo masih tujuh tau ketika perceraian terjadi. Ibu pun terpaksa menjadi buruh tani dan mencari kayu ke hutan. Gigih sekali bekerja memenuhi kebutuhan keluarga. Ibunya bernama Satinah, lalu berjualan jamu, untung diwariskan ilmu perjamua dari sang nenek.

Berkat jualan jamu semakin meningkat perekonomian keluarga. Cak Asmo hanya bersekolah sampai kelas 3 SMA. Ia memutuskan bekerja. Itu semua karena mendahulukan adik- adiknya. Dia memilih membantu perekonomian keluarga.

Sebelum dia menginjakan kaki ke pulau Dewasa Bali, dia terlebih dahulu berangkat ke Surabaya dan menjajal karir. Dia bekerja menjadi karyawan restoran selama seminggu. Tahun 1986, ia berangkat ke Jakarta, kemudian berjualan bakso namun gagal.

Dia belum memiliki pengalaman mumpuni. Kegagalan tersebut ditambah usia muda. Cak Asmo tak memiliki pemikiran matang. Alhasil dia tidak merubah nasib, malah hidup susah di tanah orang lalu memutuskan pulang ke Surabaya.

Di Surabaya, Cak Asmo terus memberanikan usaha nasi goreng, namun kenyataanya tidak semudah membalik telapak tangan. Usaha tidak berkembang signifikan tidak layak dilanjutkan. Maka dia pilih mundur kemudian berdisuksi bersama keluarga.

Ia mencoba bertukar pikiran bersama saudara yang berusaha sejenis. Kerabat malah mengomentari nyinyir. Dia sudah empat bulan tetapi belum hasilkan apa- apa. Sudah banyak mengerjakan sesuatu tetapi belum mengirim uang ke kampung.

“Pekerjaan apa yang kamu lakukan selama ini, coba perhatikan pekerjaan saya!” ucap Cak Asmo menirukan, bukannya merasa terhina malah mendorong semangat.

Beberapa minggu, ia mendapat kabar dari sang kakak yang terlebih dulu berangkat ke Bali. Kakak Asmo sudah berbisnis nasi goreng semenjak 1992. Usahanya gang ke gang sampai mangkal di daerah Simpang Enam.

Ia terbersit, “mungkin di Bali lah, nasib saya akan berubah!”. Dia berangkat ke Bali pada Agustus di tahun 1992, lalu membantu sang kakak. Mereka berjualan bersama dalam satu gerobak bersama. Ia mulai belajar mengolah nasi goreng sampai pandai.

Modal gerobak dorong, Asmo mulai menjajaki jalanan sampai memilih tempat sendiri. Asmo butuh 2 tahun berkeliling berjualan. Ia lalu berjualan emperan di depan toko Jalan Pulau Komodo. Ini sangat menantang karena Asmo butuh berpikir keras promosi.

Dia harus menarik pelanggan membeli nasi gorengnya. Kemudian dia bertekat membuka tempat, itu berkat bertemu seorang pengusaha Denpasar. Dia mengutarakan keinginan menyewa tempat. Ingin membuka usaha tetapi membutuhkan pinjaman modal.

Asmo mengutarakan permintaan pinjaman setahun. Dia meyakinkan akan mampu melunasi, apalagi ia melihat pendapatannya sekarang. Ternyata dia setelah membuka usaha bekerja semakin keras. Dia mampu melunasi hutang dalam 5 bulan.

Modal Gerobak Dorong

Butuh enam bulan sampai Asmo memiliki gerobak sendiri; Dia dikasih sang kakak. Kemudian dia berjualan nasi goreng dan aneka mie. Pengusaha restoran yang cuma lulusan SMA, berkeliling sambil mangkal di depan Kampus Udayana.

Rata- rata pembeli nasi gorengnya adalah mahasiswa kampus tersebut. Asmo kemudian pindah ke depan toko. Beberapa kali dia diusir digusur karena tidak boleh mangkal. Ia ngotot, sampai akhirnya dia mampu membuka tempat sendiri.

Pengusaha Kristiani yang memiliki kepercayaan akan Tuhan tinggi. Asmo rajin berdoa meminta buat dilancarkan usaha. Alih- alih dia harus menyewa ruko buat berjualan malah gratis. Rekan satu geraja ternyata memiliki ruko buat dipakai.

Karir Asmo menanjak semenjak berjualan menetap. Ia membuka rumah makan. Nama Rumah makan Asmo menarik banyak orang membeli. Itu semua berkat rajin berdoa sekaligus menyediakan menu- menu baru.

Dari rumah makan menjadi depot makan laris manis. Tiap hari, depot Asmo dikunjungi masyarakat wisatawan Bali. Ujian kembali datang ketika depot kedua hangus terbakar. Dia bangkit mampu buat mengembalikan depot keduanya.

Depot Asmo menjual makanan sesuai terjangkau masyarakat. Motonya “Cita Rasa Bos, Kantong Anak Kos”, depot tersebut tidak cuma didatangi warga melainkan wisatawan. Tahun 1998 terjadilah kriris moneter, ini membuat harga- harga melambung mendesak Asmo berpikir dua kali.

Beruntung dia masih memiliki simpanan sejak 1994- 1997. Bertahan, Asmo mampu membuka tiga depot di Denpasar, dari Jalan Tukad Gangga, Renon, Jalan Teuku Umar dan Jalan Gatot Subroto. Dia tak sepenuhnya membuat masakan Chinese Food.

Ini pula membuat Asmo bertahan karena bahan baku ditekan. Asmo mampu menciptakan cita rasa yang sesuai masyarakat Bali. Berkat kerja keras dan mampu menciptakan cita rasa itulah. Nama dari Depot Asmo disebut wajib didatangi wisatawan.

“Belum ke Bali namanya jika belum mengunjungi Depot Asmo,” tutur warga.

 

Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Komentar