Kumpulan Puisi Yahya Andi Saputra - JAMPE SAYUR ASEM

Comments · 149 Views

Data buku kumpulan puisi
Judul : Jampe Sayur Asem
Penulis : Yahya Andi Saputra
Cetakan : I, Desember 2017
Penerbit : Kosa Kata Kita, Jakarta.
Tebal : xviii + 108 halaman (86 puisi)
ISBN : 978-602-6447-43-2
Perancang sampul : Rujiyanto
Penata letak : Irman Nu

Jampe Sayur Asem terdiri atas 2 bagian, yaitu Bagian Pertama, Anak-anak Marunda Pulo (40 puisi) dan Bagian Kedua, Anak-anak yang Kehilangan Rumah (46 puisi)
 
Sepilihan puisi Yahya Andi Saputra dalam Jampe Sayur Asem
 
JAMPE SAYUR ASEM
:via alviandra
 
Emak nyiangin sayuran
Katanya mao nyayur asem
Papaya dikupas diiris wajik
Kacang panjang daon ninjo dirawis
Nangka muda dipotong lonjong
Jagung satu dipotong tiga
Ada lengkuas serta asem jawa
Gula merah disiapkan juga
Emak menyiapkan cobek
Memasukkan cabai merah bawang merah
Bawang putih kemiri terasi dan garam secukupnya
Semua diulek dihaluskan
Panci berisi air sudah mendidih
Emak masukkan bumbu halus
Lalu buah ninjo papaya nagka jagug kacang panjang
Barulah menyusul gula jawa dan asem
Air di panci bergolak mendidih
Emak tiada henti rapal mantra
Aring uwung awang-awang
Daon dadap daon bisoro
Angeng cieung kurang bawang
Nyerodot dipati koro
Arereeeh…
Duh…emak! Ni dia rupanya
Sayur asemmu tiada duanya
 
Jakarta, 10 Agustus 2017
 
 
RAWA BANGKE
: ahmad syaropi
 
Yang kuceritakan kemarin adalah flamboyan tua
Di musim kemarau ringkih renta
 
Ribuan perhentian yang kau singgahi
Justeru menyingkirkanmu ke tepi
Berserakan tajam kerikil dan ujung duri
 
Kolam dan danau bahkan sumur kehabisan air
Dan kau dahaga tanpa akhir
Tetapi yang kuceritakan ini
Diriku sendiri
Taman dan bunga-bunga mati
 
Jakarta, 9.10.2016
 
* Saat ini tidak ada lagi Rawa Bangke, diganti namanya jadi Rawa Bunga (Jatinegara, Jakarta Timur). Nama itu muncul pada sama penjajahan Inggris. Menurut cerita rakyat, awal tahun 1811, waktu pasukan Inggris berusaha merebut Batavia dari Belanda, terjadi pertempuran sengit di Jatinegara (waktu itu namanya Meester Cornelis), tidak sedikit prajurit tewas. Mayatnya bergelimpangan di rawa. Dikenallah tempat itu Rawa Bangke.
 

 
ONDEL-ONDEL
: haji habiburrahman
 
Dahulu namaku Barungan lantaran bersama berjalan
tiada pamrih, aku berwajah hitam atau merah atau
putih, beruntun ribuan tahun perih dan rintih,
telikung jaman dalam langkah tertatih, rongrongan
yang menjadikan hidup kian ringkih, sepanjang laluan
dalam pendaran putih, alam yang menghitamkan
putih menjelaga terima kasih.
Kami pasangan siang malam langit bumi gaib nyata,
kekuatan leluhur dan segala yang ada, penjaga
martabat semesta manusia, teronggok telungkup pada
zaman gempita gulita, tiada dinista hanya digembala
hingga tua renta.
Ketika kami bersama bumi memanja menjaga petani,
segala tanaman berbunga penuh buah tiada henti, ubi
umbi terutama padi mempesolek diri, segala binatang
melata berjalan juga yang terbang riang bagai menari,
begitu padu saling memberi melindungi.
Siapa yang menoleh yang menyapa yang merangkul
berhati riang, hanya bocah berjingkrak bergoyang
riang, selebihnya aku tiada henti diterjang dikemplang,
sering dipentang dikhitan atau divermak supaya
tandang, agar diterima semua orang.
 
Jakarta, 10 oktober 2017
 
 
MENGENANG SELENDANG MAYANG
: hj. annisa ds
 
Aku mengenang kamu berkunang-kunang
saat pendar cahaya mengapung membubung
bagaikan galur melengkung supaya lembayung.
Kamu mengajak melambung dan aku tersanjung
dimanjakan ragam harum bunga gulung-bergulung
 
Berulang kuyakinkan hati betapa cantiknya kamu
melebihi bidadari yang agung
terutama ketika matahari membakar tempurung.
Aku mendengar riwayatmu
sagu dan hunkwe dilengkapi garam
ditingkah warna putih, hijau, merah
 
Melintang di loyang
sebentar saja timbul tenggelam di mangkok
bersama sirup gula aren harum daun pandan
senyum sejuk segarmu mengikat tiada lekang
Kini kamu melintas selayang pandang
Kelabu kukenang selendang mayang
 
Jakarta, 5 Agustus 2017
 
 
LUKISAN JAN PIETERZOON COEN
: sarnadi adam
 
I
Tak ada isyarat cinta
Sesaat saja
Aku laksana berkemeja hitam
Cakrawala amat pekat jadinya
 
Singkat saja kata-katanya
Tapi jantungku tak kuat
Menahan hunjamannya
Bibirku menggigil biru
Matamu mencocok dua mataku
 
II
Wajah dinginnya jadi lembab
Menyelimuti hatiku menggigil
Siang malam
Tiada tanda hanya kelam hitam
 
Aku ingin biaca kepadamu
Matahari, rembulan, gemintang
Agar kau menjadi yakin
Bahwa aku memutuskan pembicaraan, Baca selengkapnya!
Comments