Menjadi Pelukis
Pria kelahiran Solo, 25 Januari 1948 ini, mengaku bahwa dalam dirinya mengalir darah seni turunan ayahnya.
“Ayah saya seorang pelukis, mertua saya juga. Tetapi, entah kenapa anak-anak saya tidak berminat menjadi seorang pelukis,” kata Bernard ketika ditemui di RS Mitra Keluarga Kemayoran, Jakarta.
Dia menuturkan kisahnya kepada VIVAnewes, perihal bagaimana dia mendapatkan pesanan untuk melukis gambar merek pangan. Ketika itu dirinya masih bekerja di sebuah perusahaan percetakan, Forinco.
“Itu sudah lama sekali, sekitar 40 tahun lalu. Tetapi, saya masih ingat siapa orangnya. Namanya Pak Bambang. Kalau beliau masih hidup, mungkin usianya sudah 80 tahun,” kata pria yang hobi melukis sejak kecil ini.
Ia mendapatkan orderan dari perusahaan seperasi film. Salah satunya, perusahaan Khong Guan, ketika itu ia bekerja di Forinco. Dia menambahkan setelah itu ada pesanan lagi serupa. Kali itu ia melukis untuk satu perusahaan roti dan wafer bernama Nissin.
“Saya hanya mengubah sedikit. Misalnya, ini lebih terang dan yang ini kurang,” kata Bernard yang kini tinggal di daerah Kalipasir, Cikini.
Ketika menggambar ilutrasi itu, ia mengaku sama sekali tidak mengeluarkan dana. Dia hanya menggunakan peralatan melukis biasa seperti kuas, kertas, dan cat air miliknya. Proses pembuatannya pun tidaklah begitu lama, hanya memakan waktu 3-4 hari.
Bernard tak mau membuka harga lukisan tersebut. “Saya lupa. Yang penting, dari perusahaan itu saya bisa membesarkan tiga orang anak,” kata pria beranak tiga. Tidak hanya ilustrasi kedua produk penganan itu saja yang dibuatnya, ternyata ada produk-produk lainnya seperti minuman dan sikat gigi.
Pelukis Profesional
Rupanya tidak hanya orang Indonesia yang tertarik akan karyanya. Dia mengatakan ada sekitar tahun 1970- 1980, pernah ada pesanan ilustrasi gambar untuk buku dari Filipina. Waktu itu, dia diminta menggambarkan malaikat berdasarkan permintaan. Dia kala itu hanya diberikan konsep malaikat yang diinginkan pemesan. Tangannya pun menggambarkan malaikat sesuai pesanan.
“Saya juga diminta menggambar dari Italia. Waktu itu, hanya melukis wajah orang untuk buku,” kata Bernard yang hanya lulusan SMA.
Dia mengaku sempat mengenyam pendidikan tinggi jurusan seni rupa di sebuah instansi pendidikan di Bandung. Namun sayangnya, pria bercucu tujuh ini tidak menamatkan pendidikannya. Apa yang terjadi, ia mengaku, dulu, di tahun 1970- 1980 komik menjadi sebuah fenomena “wah” dan kesempatan itu tidak dilepaskannya.
“Karena sudah kenal uang, saya jadi keasyikan menggambar. Saya banyak meninggalkan kelas,” kata pria yang tidak tamat kuliah jurusan seni rupa ini.
Bernard mengaku telah membuat 4-5 judul komik. Dua di antaranya adalah komik berjudul “Kasih Ibu” dan satu lagi komik yang bercerita tentang kisah seseorang dari Rusia. Sayangnya, dia lupa judul komik yang kedua.
“Dimakan tikus,” kata dia sambil tertawa.
Komik “Kasih Ibu” telah dimuat di sebuah majalah terkenal pada tahun 1970-an, yaitu Aktuil. Majalah ini adalah majalah musik yang terbit perdana pada 8 Juni 1967. Pada 1970-1975, majalah ini menjadi “bacaan wajib” bagi anak muda di Indonesia.
Bernard sempat kewalahan menghadapi deadline dari majalah yang terbit mingguan itu. “Mereka itu percaya kepada saya. Saking percayanya, komik belum jadi, mereka langsung beli. Saya juga kewalahan waktu komik belum jadi, padahal majalah hendak terbit,” kenang Bernard.
Bagaimana dengan komik lain? Selain mengerjakan komik itu, ia juga sudah menggambar untuk komik lain yang sudah berbentuk buku. “Saya membuat komik lainnya dan sudah jadi buku,” kata dia. Bernard dalam sesi wawancara mengatakan bahwa dulu melukis menjadi pekerjaan utamanya, tetapi sekarang tidak.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.