Biografi Mohammad Baedowy Pengusaha Sampah Miliaran

Komentar · 23 Tampilan

Biografi Mohammad Baedowy pengusaha sampah. Tiga belas tahun silam, dia mungkin tidak akan pernah menyangka dirinya akan menjadi seperti sekarang. Ia tengah mengendarai Toyota Fortuner anyar tunggangannya

Biografi Mohammad Baedowy pengusaha sampah. Tiga belas tahun silam, dia mungkin tidak akan pernah menyangka dirinya akan menjadi seperti sekarang. Ia tengah mengendarai Toyota Fortuner anyar tunggangannya. Mobilnya lantas melintasi jalan tol Bogor- Jakarta di siang hari panas.

Dia baru memilikinya sekitar empat bulan dimana dua mobil lain sudah lebih dulu. Mobil itu berhenti di depan sebuah rumah tipe 21 di komplek Dukuh Zamrud, Bekasi, Jawa Barat. Sebuah Volvo dan Kijang telah lebih dulu nangkring di sana.

 
Baedowy menyebut rumahnya berarsitektur sangat minimalis hampir tanpa pagar dan tanpa atap. Tapi jangan salah, rumah tersebut ternyata bernilai satu miliar rupiah. Ia juga masih mempunyai satu lagi rumah berukuran tiga kali lipat yang mana hampir selesai dibangun.

 

Dulu Karyawan Biasa

Rumah tersebut hanya berjarak sepuluh menit berjalan kaki di komplek yang sama. Ia lantas mengaku masih menyimpan hasrat untuk lahan seratus meter persegi disisi lain. Dia rela membayar satu juta permeternya buat satu ini.

Siapakah Baeodwy?

 

Tiga belas tahun berlalu, kenyamanan tersebut datang ketika dirinya telah mentok berbisnis apapun. Dia sempat mendapat tawaran di perusahaan perminyakan di Kalimantan melalui koneksi. Baedowy malah lebih memilih menjadi auditor sebuah bank asing di Royal Bank of Scotland.

Tiga tahun bekerja disana, ia sering bentrok dengan atasannya. Dia pun mengaku korban rasionalisasi perusahaan dimana dirinya bekerja lima pekerjaan sekaligus.

“Tapi bayarannya cuma satu pekerjaan.” jelasnya.

Dia merasa tidak ada balasan apapun ketika harus bekerja di pagi hari. Kemudian barulah ia pulang lewat tengah malam. Merasa diperlakukan tidak adil, ia yang kala itu berumur 27 tahun, akhirnya nekat hengkang dari perusahaan di tahun 2000.

Di tahun sama, dimana krisis menoter melanda mempengaruhi kinerja bank tempatnya bekerja itu. Banyak bank tutup karena dilikuidasi atau merger dengan bank lain. Sebelum memutuskan keluar, ia bahkan sempat bertengkar dengan si bos perusahaan.

Dia keluar kantor menendang tong sampah, sembari melontarkan ajakan berkelahi.”Saya tunggu di parkiran,” katanya geli, menirukan ucapanya dulu.

“Saat itu saya melihat banyak teman yang ketar ketir menunggu nasib. Saya berpikir, daripada ikut susah, lebih baik berhenti duluan. Saya lantas mengundurkan diri dari perusahaan,” kenangnya lagi.

Berhenti menjadi pegawai, ia langsung diterima bekerja sebagai menejer kuangan di perusahaan batik yang memiliki pabrik di Pekalongan. Selain mengatur dan mengurus arus keuangan, ia aktif mengatur kegiatan pameran batik.

Baeodwy tiba- tiba teringat ucapan tamu hotel seberang kantornya di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, pada suatu siang. Tamu itu seorang laki- laki tua bercelana pendek, tengah asik bersantap siang. Dia yang berjas dan bercelana mahal bahkan terlihat mati gaya dihadapan dia.

Dia nekat bertanya siapakah pria tersebut dan apa pekerjaanya sekarang. Pria tersebut hanya santai menjawab berbisnis sampah. Baedowy terkejut mendengar hal tersebut. Putra pertama pasangan Supomo dan Zubaidah tersebut seolah mendapatkan petunjuk.

Ia kemudian bertemu seorang pejabat bank menawarinya bisnis kongsi sampah. Dia terasa tak percaya ketika mengingat lagi ucapan si laki- laki tua. Dia pun membulatkan tekat saja. Saat itulah dia yang sudah memiliki dua anak dan masih bayi memilih berhenti lagi.

Bisnis Sampah

Roda kehidupannya telah berubah 180 derajat seketika, dan menjatuhkan pilihan berhenti bekerja, lantasberusaha sendiri jadi pengusaha.

“Kerja sama kami hanya bertahan satu tahun. Ternyata, kami sama- sama belum ahli berbisnis sampah. Tetapi, lantaran saya sudah terlanjur, kepalang basah, saya memutuskan untuk mencoba sendiri, ” ujar lelaki kelahiran Balikpapan tersebut.

Hidupnya kini merupakan wujud manisnya bisnis sampah botol plastik. Dalam  biografi Mohammad Baedowy, telah menekuni bisnis ini belasan tahun. Dia telah paham betul seperti apa bisnisnya. Sang pengusaha memilih menggarap jenis polyethylene tereththalate, yang biasa ada di botol air mineral.

Pengepul menyebutnya bodong dimana bagian bawahnya cekung ke dalam layaknya bodong atau pusar manusia. Lelaki yang pernah menyelami bisnis pengepul benang nilon, sambil melirik bisnis jangkrik yang lagi boming.

Dia kemudian berbisnis pengolahan botol plastik bekas. Modal awalnya hanya 50 juta, sebagian milik mitra bisnisnya. Dia mampu mendirikan pabrik pengolahan sampah bernama Fatahillah Interplastik. Mencoba setahun, bisnisnya tersendat ketika mesinya terus rusak ditambah bahan baku seret.

Dia menjadi satu- satunya yang bertahan berbisnis. Tahun 2001, ketika bisnisnya jatuh menjadikan dirinya sasaran empuk orang tuanya. Biasalah memang kalau menjadi pengusaha memang penuh resiko. Termasuk resiko diomeli orang tua. Dia cuma bisa menerima saja wajah cemberut orang tua yang menjenguk.

Ia kemudian mengirimkan sang istri ke Malang agar menghemat biaya. Setelah tiga bulan berlalu akhirnya, ia memberanikan diri memasang plakat tanda menyerah “pabrik ini dijual”; tetapi tak laku dijual.

Bahkan dalam keputusasan ini, dirinya sempat menggugat Tuhan dan mengimingi Nya kesholehan jika menolong dirinya. Mesin pemotong (crusher) plastik di pabrik sering sekali ngadat, padahal satu- satunya sehingga produksi menjadi sering terganggu.

Selain itu, bisnis ini ternyata memiliki medan persaingan tersendiri, antar sesama pengusaha limbah plastik tersebut sering terjadi persaingan tidak sehat. Pria yang menggemari musik Beatles dan Lobo ini mulai memperdalam ilmunya tentang plastik dari berbagai sumber.

Ia juga membongkar mesin yang dibelinya, mencari tau proses kerja sumber bisnisnya. Dia tak lantas pantang menyerah kembali lagi.

“Sambil jalan, saya belajar betulin mesin itu. Saya bongkar, kemudian dipasang lagi. Pokoknya sampai hafal betul isi perut mesin itu,” ujar Baedowy. Alhasil, ia membuat mesin pencacah sendiri teridiri dari tiga ukuran berbeda. Dia sibuk mencari onderdil bekas di berbagai bengkel mesin bubut di Rawapanjang.

Dia mencari tau desain terbaik mesin pencacahnya sendiri sedikit- demi sedikit. Tentang jenis plastik, dia belajar apa perbedaan kode PP ( polypropylene), dan PET (polyethylene tereththalate). Kode PP ada diproduk plastik air mineral, sedangkan kode PET didalam botol air mineral atau botol jus.

Berdasarkan pengalamannya, keduanya memiliki nilai berbeda dan harga yang berbeda. Selain itu, ia rajin datang ke berbagai seminar pengolahan limbah plastik. Brosur- brosur tentang mesin pun dikumpulkan dan diperiksanya satu per- satu, kemudian dipelajarinya lagi bagaimana membuatnya.

Dia mendirikan perusahaan bernama CV. Majestic Buana Group, di Cimuning, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi. Bisnisnya tidak hanya soal mengolah limbah tetapi bekerja sama membersihkan Indonesia.

Ditambah dia bekerja membuat berbagai mesin pencacah, mesin pembuat pelet, dan pengolah lain. Mesin- mesin tersebut dijualnya kepada mitra. Baedowy fokus ke mengelola bermitraan bagi orang- orang berniat membuka bisnis sejenis.

Pengusaha Sampah Miliaran

Selain itu, ia mendapat pesanan mesin dari instansi pemerintah.  Mereka antara lain dari Departemen Kelautan dan Perikanan serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Baedowy sendiri mengaku tidak pernah memproduksi mesin- mesin tersebut melainkan memodifikasinya.

Dia membuat mesin itu sesuai kebutuhan para pengguna mesin tersebut.

“Mesin- mesin itu sudah ada, tetapi saya ubah lagi sesuai dengan kebutuhan pengguna dan kondisi yang ada di lapangan,” ucapnya.

Tepatnya tahun 2001, mesin tersebut telah laku dijual ditambah hasil gilingan semakin halus dan bersih. Dia mengajak mitra menggunakan mesin sekaligus menjual hasil produknya ke dirinya. Para mitra berhak untuk menjual hasil gilingan ke dirinya.

“Dan saya wajib membeli,” terangnya lagi, tentang bisnis kemitraan ini. Pasar China yang pesat membuat pesanan hasil produksinya meningkat.
 
Ita, 40 tahun, warga Bekasi yang juga membuka usaha penggilingan di Purwakarta, menjadi salah satu dari ratusan mitranya. Merasa sangat terbantu menjadi mitranya Baedowy. “Saya mendapatkan bantuan pelatihan dan pemasangan mesin secara gratis,” katanya.

Lain lagi cerita dari Suster Cecilia Hartati, dimana dirinya membelikan mesin guna kepentingan mendidik murid- murid. Sekolah Regina Pacis membali mesin seharga 40 juta dan Baedowy sendiri membeli hasilnya secara harga pasar.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mempercayainya membuat mesin injection plastik. Pemerintah Jawa Barat bahkan memasukkan namanya menjadi satu dari tiga usaha kecil menengah diusulkan menerima penghargaan Kalpataru. Baedowy pun memberikan nasihat bagi para karyawan seperti kamu.

“Segera buka usaha sendiri, deh.” tutup Baedowy. Bicara mengenai omset, ia enggan menyebut angka tapi sebulan sekali,
minimal harus mengirim dua kontainer dan mesin dua buah perbulan.

 

Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Komentar