Jurus Rahasia Memotivasi Karyawan Agar Tidak Bosan

Komentar · 28 Tampilan

Kebosanan barangkali merupakan sesuatu yang nyaris luput dari perhatian kalangan bos di perusahaan sejauh menyangkut masalah karyawan.

Kebosanan barangkali merupakan sesuatu yang nyaris luput dari perhatian kalangan bos di perusahaan sejauh menyangkut masalah karyawan. Jika Anda seorang manajer, atau petinggi di departemen HR, atau pemilik usaha yang membawahi sejumlah pegawai, mungkin Anda belum menyadari bahwa karyawan yang dilanda kebosanan termasuk persoalan serius.
Secara penampilan dan penampakan luar, karyawan yang bosan akan terlihat baik-baik saja. Ingat: ini bukan problema yang kasat mata. Sehingga, Anda pun tak menyadari bahwa “diam-diam” produktivitas mereka menurun dan mereka tak lagi menyelesaikan pekerjaannya sebaik biasanya. Maka, jika Anda tidak mulai memperhatikan masalah ini dengan sungguh-sungguh, jangan salahkan siapa-siapa jika produktivitas karyawan Anda terus menurun. Dan, Anda akan mulai menyadari ketika segalanya telah jadi tampak salah dan buruk.

Jadi, sekarang Anda pasti bertanya, “Lalu apa yang bisa saya lakukan untuk mengatasi karyawan yang dilanda kebosanan?” Jangan kaget atau pun sedih kalau Anda hanya punya sedikit pilihan. Menurut David Javith, seorang Ph.D yang menjadi kolumnis pada entrepreneur.com untuk isu-isu manajemen karyawan sekaligus presiden sebuah organisasi konsultan perusahaan di Newton, Massachusetts, AS, intinya hanya ada dua cara: membiarkan mereka sambil berharap situasi akan pulih dengan sendirinya, atau mencoba memotivasi mereka setelah mempelajari situasinya, memberi pelatihan atau semacam pendampingan khusus untuk mengembalikan semangat kerja mereka, atau memecat mereka!

Apapun pilihan Anda, Javith mengingatkan, hendaknya dilakukan sesuai prosedur. Prosesnya bisa dimulai dengan memeriksa kembali job description mereka, sebuah dokumen yang terang dan objektif mendefinisikan pekerjaan karyawan secara rasional. Lalu, menjelaskan (kembali) apa saja tanggung jawab mereka sebagai karyawan sesuai posisi dalam hierarki perusahaan. Tak jarang, lewat proses semacam itu, seorang bos akan dikejutkan dengan kenyataan, betapa yang dilakukan selama ini oleh karyawannya tidaklah sesuai dengan apa yang tertera dalam job description yang telah disepakati sejak awal.

Kasus semacam itu menuntut keterampilan kepemimpinan Anda sebagai atasan di perusahaan. Javith menegaskan, bikinlah job description yang baru, yang lebih akurat, dengan melibatkan karyawan yang bersangkutan. Kalau perlu, mintalah sang karyawan untuk menuliskan job description-nya sendiri –Anda tinggal memeriksanya. Dengan cara ini, Anda sekaligus membantu karyawan merasa ikut menyumbangkan pikirannya dalam proses yang tengah berlangsung. Pada sisi lain, cara semacam itu juga membantu Anda sendiri melihat kesempatan-kesempatan bagi perubahan dan pertumbuhan dalam posisi dan dalam jalan karir para karyawan.

Dalam situasi yang sama, Anda juga bisa mendorong karyawan untuk mengidentifikasi apa (lagi) yang sebenarnya ingin mereka lakukan untuk menunjukkan keterampilan dan pengetahuan mereka. Jika yang bersangkutan ternyata sama sekali tak tahu apa pekerjaan lain yang bisa dikerjakannya untuk mengatasi kebosanan, ini justru menjadi kesempatan bagi Anda untuk menjelaskan langkah-langkah ke depan. Yakni, apa yang mestinya dimiliki oleh sang karyawan, misalnya bahwa dia harus meningkatkan pengetahuannya, menambah keahliannnya demi membuka kesempatan bagi dia untuk mendapatkan promosi kenaikan jabatan.

Tiga Jurus Khusus

Hal-hal seperti itulah, menurut Javith, yang akan menjadi sumber kunci untuk memotivasi karyawan yang dilanda kebosanan, karena dengan itu semua Anda membantu mereka melihat kesempatan-kesempatan untuk pertumbuhan profesional. Sehingga mereka akan menjadi bersemangat lagi melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka. Lebih jauh, secara khusus, untuk mengembalikan energi karyawan yang surut oleh kebosanan, Javith merekomendasikan tiga teknik yang diajukan oleh Frederick Herzberg dalam buku The Motivation to Work. Yakni, job rotation, job enlargement dan job enrichment.

Taktik pertama, job rotation, meliputi pelatihan lintas karyawan, atau memberi pembelajaran mengenai pekerjaan masing-masing karyawan dalam satu departemen yang sama. Misalnya, pada departemen keuangan, karyawan dari bagian pembayaran bisa belajar mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh bagian pemasukan, dan sebaliknya. Proses rotasi pekerjaan bisa memotivasi karyawan karena tugas dan tanggung jawab yang berbeda memberikan rasa kebaruan, yang menyegarkan. Ditambah, karyawan akan merasakan efek pencapaian tertentu dengan penambahan pengetahuan dan kemampuan pekerjaan.

Sumber kedua untuk memotivasi karyawan adalah yang dianjurkan Herzberg adalah job enlargement. Lewat teknik ini, karyawan diberi tugas dan tanggung jawab yang lebih besar dalam pekerjaan mereka. Misalnya, karyawan bagian pemasukan keuangan pada contoh teknik nomer satu tadi, ditambah jumlah rekening yang harus dia tangani, atau diperbanyak lagi jumlah klien yang harus dia hubungi. Teknik ketiga hampir sama, hanya saja penambahan tugas dan tanggung jawab tidak secara kuantitatif, melainkan lebih kualitatif. Yakni, kompleksitas pekerjaannya dan bukan jumlahnya.

Berikut cerita dari ALVIN S. ALBERT, M.B.A, J.D. seorang praktisi pengacara dengan dua puluh tahun pengalaman di bidang manajemen, training, dan konsultasi do beberapa perusahan besar seperti Cox Communications, Comcast Corp., ACCION USA, dan A.T.&T. Dia telah banyak memberikan workshop di bidang kepemimpinan, manajemen, resolusi konflik, dan ketrampilan komunikasi. Kliennya meliputi Home Depot Inc., Fred Pryor Seminars, U.S. Small Business Administration, dan Monster.com. Albert juga menjadi sebagai profesor tambahan di Clayton College dan State University, Chattahoochee Technical College, dan The University of Phoenix.

Saya pernah bekeja sebagai manajer di industri televisi kabel. Pada saat itu saya mendapat suply elektronik, pakaian, bonus, dsb yang tidak terbatas yang digunakan sebagai insentif sales dan goodwill. Memberikan barang-barang melalui kontes, pesta, dan penarikan. Dengan memberikan hadiah melalui kontes, pesta, dan penarikan bisa dilakukan setiap minggu, meski tidak setiap hari terjadi. Setelah mendapatkan insentif kampanye yang mahal, saya menerima ‘keluhan’ pajak atas bonus tunai dan warna jaket kulit seharga $200. Insentif ini telah menjadi patokan. Hiasan yang kami gunakan untuk memotivasi dan memberikan energi memiliki dampak jangka pendek pada sales dan perilaku. Hasilnya, pekerjaan jatuh pada manajemen yang secara konstan merancang insentif yang lebih besar dan lebih baik untuk “memotivasi” staf. Seperti yang dikatakan Janet Jackson – “apa yang sudah kamu lakukan untukku baru-baru ini?”

Tahun-tahun tersebut mengajarkanku tentang memotivasi karyawan. Banyak dari kita yang lebih memilih inspirasi – tim yang diarahkan pada diri yang bangga dengan pekerjaannya – tanpa trik yang berat.

 
Berikut adalah lima tips untuk memotivasi karyawan:

1. Fokus pada interaksi non-kontigensi.

 
Berinteraksi dengan orang-orang yang berada di level personal. Sebagai pemimpin, hubungan Anda dengan tim tidak hanya sebatas pada pekerjaan. Seperti yang dikatakan Madeleine Hunter, “Orang tidak peduli dengan seberapa banyak yang Anda ketahui, sampai mereka tahu seberapa besar Anda”. Anda tidak harus memberikan peluk dan cium setiap pagi, tapi Anda juga tidak bisa seperti Vice-President yang pernah membawahi saya. Dia tidak pernah meninggalkan kantornya atau berbicara dengan stafnya sepanjang hari. Ketika dia berusaha untuk memimpin, dampaknya sangat kecil karena kami tidak memiliki hubungan.

2. Mematahkan peraturan. Saya pernah bertanya pada salah seorang sales, apa yang bisa saya lakukan untuk menunjukkan saya menghargai kerja kerasnya. Dia minta makan siang di pacuan kuda. Dia janji akan mengajarkan bagaimana bertaruh jika saya mentraktirnya makan dan menyetir mobil. Apa yang saya lihat sebagai gangguan pada jadwal saya yang sibuk, berubah menjadi salah satu hari “kerja” terbaik yang pernah saya alami. Kami sangat menikmati, membicarakan masalah bisnis, dan membawa hubungan ke tahap selanjutnya.

3. Berpikir murah dan kustom.

 
Pepatah lama mengatakan, “ide-idelah yang dipertimbangkan” adalah hal nyata dan ampuh. Kustomisasi atau menyusun penghargaan, hadiah, dsb agar sesuai dengan penerima sangat berarti dibandingkan nilai hadiah. Staf sales seperti di Tips no.2 adalah seorang pria yang lebih tua dari saya yang tidak membutuhkan bonus uang, jam, atau hadiah berupa materi. Dia hanya menginginkan waktu saya.

4. Bersikap tulus dan dekat.

 
Studi menunjukkan bahwa diantara motivator karyawan paling top adalah dengan mengakui pekerjaannya yang diselesaikan dengan baik. Pengakuan dengan memberikan tiket nonton, kartu terima kasih, voucher hadiah tidak ada artinya jika digunakan sendiri. Berikan juga kedekatan dan penghargaan yang tulus dan Anda memiliki formula coaching kinerja yang efektif. Saya membiasakan untuk membawa freepass bioskop untuk dibagikan ke staff Generation Y. Mereka paham mengapa mereka medapatkannya dan menghargai ada seseorang yang menghargai upaya mereka.

5. Berbagi informasi dan power.

 
Motivasi sejati adalah intrinsik. Anda tidak bisa memakasa seseorang melakukan sesuatu yang tidak sesuai keinginannya. Setiap harinya tersingkir hanya karena mereka menolak kinerja- disamping minggu, bulan, dan tahun untuk berupaya “memotivasi” mereka. Orang menjadi memiliki motivasi diri ketika mereka merasa dihargai dan memiliki input dalam lingkungan kerja, tugas dan rencana.
 

Terimakasih telah membaca di Topbisnisonline.com, semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.comAopok.com dan join di komunitas Topoin.com.

Komentar