Dia pengusaha mantan preman. Hanya lulusan SD hidupnya sudah dilabeli gagal. Namun ternyata kunci kesuksesan melawan logika. Keberhasilan merupakan hak tiap orang di dunia. Tak selamanya hidup itu selalu susah. Ada saatnya dimana kita berada di posisi puncak.
Bedangnya para pengusaha ialah mereka terbiasa gagal terus- terusan. Karena itu pula lah mereka bisa tampak menterang bergelar pengusaha. Setiap orang berhak sukses, apalagi sukses jadi pengusaha, sebut saja namanya Kaiman. Seorang pembudi daya jamur sukses menginspirasi banyak orang.
Pengusaha Hanya Lulusan SD
Pasalnya, pria ini bukanlah pria biasanya, karena dia adalah mantan preman. Si preman pensiun ini modalnya nol besar hingga sukses puluhan juta. Hanya lulusan SD, Kaiman cuma mentok menjadi serabutan hingga ia masuk ke dunia hitam.
Dia berkisah semuanya berawal dari kejadian krisis moneter 97. Pekerjaannya saat itu hilang seketika terhempas krismon. Ayah dua anak ini sebelumnya bekerja menjadi sopir truk Surabaya- Bali.
Selepas di- PHK jadilah Kaiman masuk ke lembah durjana kriminalitas. “Dulu saya menjalani pekerjaan sing gak nggenah (tidak benar, Red),” tutur dia, sambil menghisap dalam- dalam rokok kreteknya.
Itu dulu, sekarang dirinya adalah seorang juragan jamur. Kaiman pun masih terlihat hidup dengan kesederhanaanya ketika ditemui awak media. Di tempatnya di Desa Bulu Kandang, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jatim, sosoknya tak tampak halnya seperti pengusaha sukses.
Meski begitu julukan juragan jamur melekat pada dirinya. Dia sosok paham betul tentang budidaya jamur tiram putih. Padahal 15 tahun sisa hidupnya ia habiskan bekerja non- formal. Pria serabutan ini entah dapat ilmu dari mana.
Dia seolah muncul tiba- tiba dari pekerja serabutan, preman, dan jadi juragan. Di umurnya yang setengah abad, ia masih betah mengenakan pakaian kerjanya, kaos oblong. Dari gaya dia berbicara ceplas- ceplos. Apa adanya nampak menunjukan tingkat pendidikannya.
Namun, jika kita amati sebenarnya dia adala orang baik yang terjebak keadaan. Sukses berbisnis jamur membawanya jadi pemilik bisnis beromzet Rp.100 juta. Keuntungan bersih bisa dibawa pulang Kaiman hanya Rp.20 juta per- bulan.
Ketika menganggur membawanya ke sebuah organisasi kriminal. Bapak- ibunya sempat pusing melihat cara dia mengumpulkan uang. Kaiman pernah bekerja sebagai kepercayaan organisasi kriminal di pusat grosir terbesar di Surabaya.
Kaiman sendiri tak menjelaskan rinci lebih dalam. Mencoba dikulik lebih dalam lagi, ternyata ia pernah menjadi joki kendaraan alias sopir mengangkut barang curian. “Tapi, sepertinya saya tidak cocok di pekerjaan itu,” ujarnya.
“Sebab, komplotan saya selalu gagal saat beroperasi,” sambungnya. Adapula pengalaman tersebut terbilang konyol.
Bayangkan ketika ia dan komplotannya tengah beraksi. Ternyata pemilik kendaraan malah berilmu kebal senjata. Dia bersama teman- temannya malah lari kabur, jelasnya sambi tertawa renyah. Orang tuanya merasa sangat prihatin ketika tau apa pekerjaan anaknya.
Kelakuan anak pertama dari enam bersaudara ini memang bikin geleng- geleng kepala. Memang tujuannya mulia, salah satunya, bagaimana agar bisa membiayai adik- adiknya. Melihat keadaan dari orang tuanya; Kaiman memutuskan berhenti. Dia merasa kasihan. Hanya saja selepas bisnis kriminal itu malah membuatnya bingung.
“Saya malah binggung mau kerja apa,” ujar Kaiman melanjutkan, kegalauannya akan hidupnya di dunia hitam, yang mulai ditinggalkan. Cuma lulusan sekolah dasar apa pekerjaan yang bisa ia kerjakan.
Bermodal nol besar sosoknya mulai meragu. Hingga, ia memutuskan mengikuti pelatihan, pria yang cuma bisa sampai sekolah dasar kelas 5 SD ini, memutuskan mencoba wirausaha saja. Modalnya sebuah ajakan untuk mengikuti pelatihan oleh PT. HM. Sampoerna.Tbk.
“Mau kerja, saya tak mungkin. Saya tidak punya ijazah karena tidak tamat SD. Maka, tak ada pilihan lain bagi saya, kecuali mengikuti pelatihan itu,” ujar Kaiman.
Dijalaninya pelatihan secara intensif dan fokus, meski begitu tak ada dalam benaknya buat mempraktikan itu di kehidupan sehari- hari. Pelajaran budidaya jarum tiram itu akhirnya menjadi pilihan. Mau- tak mau ia pun mau mencoba, “pokoknya saya tidak mau menganggur.
Tak ada niat menjadi pengusaha jamur,” ujarnya lagi. Motivasi lain mulai tumbuh dalam benaknya yakni mengangkat derajat orang tua. Kebetulan pula, di desanya ternyata banyak limbah kayu tak terpakai.
Memulai menjadi pengusaha apa yang dilakukan Kaiman. Lewat bantuan pelatihan dari Pusat Pelatihan Kewirausahaan (PPK) Sampoerna, di tahun 2005 ia mendapatkan media tanam berupa baglog dan bibit jamur tiram sebanyak 100 buah.
Adapula pendampingan insentif dari pihak mereka. “Awalnya, sering gagal. Nggak bisa dipanen. Dari nyetek seribu benih, yang jadi cuma 500 jamur tiram,” tambahnya. Masalah yang pokok dalam budidayanya adalah masalah hama.
Terkontaminasinya benih oleh hama membuatnya tak mampu tumbuh. Karena sifatnya yang organik tentu ia tak bisa memberi pestisida. Sukses menghasilkan beberapa jamur masalah lain datang. Ialah masalah caranya pemasaran.
Lima tahun lalu jamur tak setenar sekarang. Masih ada pikiran bahwa ini beracun tak aman buat dikonsumsi. Kaiman teguh meyakinkan masyarakat satu per- satu bermodal motor butut. Berkunjung dari satu pasar ke pasar lainnya.
Blusukan ke pasar ini guna meyakinkan jamur sehat, juga bisa diolah menjadi aneka variasi makanan. Aman buat dikonsumsi dan punya nilai gizi tinggi. Perlahan tapi pasti akhirnya bisa meyakinkan pembeli. Hingga ia bisa memenuhi permintaan 1.500 baglog.
Sukses ternyata membawanya berpikir ke depan. Ada pikiran buat berekspansi. Tapi justru pikiran ini menjeratnya kepada hutang modal. Modal bisnis jualan bibit jamur juga tak membantunya. Akhirnya diagunkan lah BPKB mobil milik karabatnya.
Terhitung nekat bahkan pinjamannya tak tanggung yaitu 10 juta rupiah ke bank. “Syukur, perhitungan saya tepat,” lega. Dalam enam bulan dikebutnya target, ia pun bisa melunasi hutangnya tanpa jatuh tempo.
Kegigihan Kaiman membuat pihak bank tak segan percaya kepadanya. Pria tak lulus SD ini kembali mendapatkan pinjaman dua kali lipat. Dua tahun berlalu, ia sudah bisa mengantongi laba bersih Rp.2 juta- Rp.2,5 juta per- bulan.
Padahal dihitung- hitung media tanamnya berisi serbuk kayu, dedak, tepung jagung, dan kalsium dibungkus plastik itu, tak lebih dari modal Rp.1000 (saat itu) dengan berat bersih 1kg. Sementara ketika dijualnya jika sudah lengkap bibit jamur bisa mencapai Rp.1.800- Rp.2250.
Meski terhitung pengusaha pemula, instingnya sangatlah bagus. Mungkin ini dinamakan bakat tumbuh terlambat. Bisnisnya tokcer berkat kesadarannya itu bahwa penjualan bibit jamur lebih bagus. Tanpa mengurangi penjualan, fokusnya juga berjualan bibit, dimana sudah mencapai 80% pendapatan datang dari berjualan bibit saja.
Jamur tiram sendiri tergolong tanaman cepat tumbuh. Kalau dihitung setiap dari baglognya bisa menghasilkan 1kg selama lima bulan. Barulah diganti media tanam baru. Tahun 2008, ia memberanikan diri berekspansi ke luar Jawa.
Itu sudah bisa dipesan antar hingga ke Bali, NTB, sampai juga ke pulau Kalimantan. Satahun kemudian kemasannya diganti pakai styrofoam. Kemudian itu diberinya nama jamur Jatiman. Dari kemasan berubah membuat harga jamurnya naik dua kali lipat.
Nama Jatiman sendiri diambil ketika dirinya mengikuti pelatihan HM. Sampoerna 2009. Singakatan dari Jamur Tiram Kaiman dari Jawa Timur. Disusul oleh jamur siap olah seharga Rp.10.000 per- kg. Sukses olah sendiri bahkan bisa mencukupi kebutuhan dari wilayah Pasuruan dan Surabaya.
Dia punya lima lumbung jamur terbuat dari gedek (anyaman bambu). Masing- masingnya seluas 50 meter per- segi atau 5 m x 10 m. Dia mampu menjual 60 ribu badlog tiap bulan atau 40 kali lipat banyaknya dari saat memulai usahanya.
Keuntungan besihnya melonjak drastis yakni mencapai omzet tinggi Rp.130 juta- 150 juta atau laba bersihnya Rp.30 juta per- bulan. Dia sempat mengenyam bangku sekolah. Namun, tak sampai tamat, akhirnya cuma bisa jadi sopir dan juga preman.
Untunglah petunjuk itu datang bagi manusia yang mau berubah. Kaiman adalah sosok “guru” setelah sukses berbisnis budidaya jamur. Dari mahasiswa, petani, atau mantan pemimpin perusahaan kini mendengar kisah inspirasinya. Mereka seolah tersihir kisah nyata preman pensiun ini.
Pengalaman unik pernah dilaluinya ketika baru mulai memberikan pelatihan. Pria kelahiran 1960 ini pernah didaulat jadi pembicara. Beberapa tahun silam, ia menjadi pembicara sukses, dan diberi uang transport serta uang saku 15 juta.
Karena penerbangan telat, ia pun terlambat datang ke acara, semua orang sudah datang menunggu- nunggunya.
“Saat saya masuk, MC memperkenalkan diri saya sebagai dosen. Waduh, rasanya sangat malu ketika maju ke depan. Wong sekolah SD saja gak tamat, kok disebut dosen,” kenangnya.
Pria berbedan kecil ini memang banyak dicari para petani jamur. Kaiman didapuk menjadi pembicara oleh Dinas UKM dan Koperasi Pemprov Jawa Timur ataupun pertanian. Kota- kota seperti Bontang dan Riau ia singgahi untuk menjadi pembicara.
“Saya diajari Sampoerna untuk menjadi trainer mengenai jamur tiram. Juga sering diajak pameran. Lama-kelamaan jadi berani berbicara,” ungkap dia.
Kaiman pun dikenal menekuni pengembangan bibit jamur. Dia memiliki dua jenis jamur. Ditangannya ada dua yakni bibit Formula 1 (F1). Harganya bisa mencapai Rp.150 per- botol kecil. Sementara itu ada pula bibit F2 yang dijual seharga seper- sepuluhnya.
Nah, paling laris ini yang F1 dimana satu butol bisa dijadikan 60 botol kualitas F2. Untuk sesukses sekarang tak punya tujuan- tujuan khusus. Kaiman memang tipikal apa yang kita sebut pengusaha go with the flow.
Tak punya cita- cita muluk- muluk. Hidupnya cenderung sederhana dibanding apa diperolehnya sekarang. Ia memang mengandalkan intuisi. Selain itu menikmati prosesnya sebagai passion. Dia cuma mau usahanya bisa untung terus. Bisa terhindar dari masa luntang- lantung seperti dulu.
Asetnya bisa dibilang tidak sedikit, ia sudah punya tiga rumah, 1 hektar tanah buat budidaya jamur, kemudian empat kendaraan umum, ada juga dua kendaraan beroda dua. Dia aktif membantu petani budidaya jamur. Kaiman rajin membantu anak muda agar tak seperti dirinya dulu.
Di bisnisnya, ia mempekerjakan anak- anak yang dibilang nakal, mereka bertato dan jugalah mantan anak jalanan. “Lihat saja, semua anak buah bertato. Tapi, jangan takut, semua sudah insaf, kok,” tegas dia.
Ayah dari dua orang anak ini juga mempersilahkan peneliti datang. Mereka tertarik karena dia memang bukanlah pengusaha biasa.