Dulu Kenek Sekarang Pengusaha Distributor Besar Ayam

Komentar · 39 Tampilan

Roda berputar dulu kenek sekarang pengusaha. Dia membalik keadaan, dan kini menjadi distributor besar ayam ke Ibu Kota Jakarta. Lewat kisah Rudi Chandra, mulailah kamu percaya bahwa apapun dapat terjadi, bahkan buat kamu dulu kenek angkotan umum.

Roda berputar dulu kenek sekarang pengusaha. Dia membalik keadaan, dan kini menjadi distributor besar ayam ke Ibu Kota Jakarta. Lewat kisah Rudi Chandra, mulailah kamu percaya bahwa apapun dapat terjadi, bahkan buat kamu dulu kenek angkotan umum.

 
Profil Rudi Chandra dikenal sebagai pemilik perusahaan bernama Dagang Fiber Jaya. Kisah suksesnya panjang nan- pilu sudah dimulai semenjak ia dilahirkan sebagai anak dari keluarga kekurangan. 
 

Menjadi Distributor Ayam

 
Pria kelahiran 45 tahun silam, selepas masa sekolahnya di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat, tahun 1990 -an silam. Mengaku selepas sekolah langsung ke Jakarta merantau mengadu nasib. 
 
Rudi tak terbersit akan menjadi apa selepas sekolah. Di Jakarta cuma bisa bekerja serabutan. Mulai bekerja menjadi kenek bus kota, menjadi pedagang kaki lima, hingga sampai jadi pengemudi taksi.

 

“Saya jadi kenek bus karena berpikir kerja apa saja, asal jangan menganggur dan halal,” jelasnya kepada pewarta Kompas.com.

Ia sendiri merasakan kejamnya Ibu Kota. Terutama jika sudah bertemu preman, pungli, atau penumpang yang cuma bergelantungan di bus. Rudi sendiri memilih tak mencari masalah. Kalau ada hal seperti itu Rudi memilih mengalah. Tiga bulan berlalu cuma mentok jadi kenek. 

 
Ia mengaku lantaran tak bisa menyopiri maka jadilah dia kenek saja. Hasil dari usahanya cuma Rp.5.000 per- hari. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Rudi juga aktif berjualan jam tangan di Pasar Mester, Jatinegara, Jakarta. Karena gaji menjadi kenek sangat kecil. 
 
Oleh karena itulah ia memilih belajar mengemudi dan menjadi sopir. Hasilnya lumayan gajinya naik jadi Rp.15.000 per- hari. Ia berbeda dari kebanyakan temannya. Jika temannya memakai uangnya untuk bersenang- senang, maka Rudi memilih meningkatkan diri.

 

Dia tak menghabiskan uangnya. Malah dikumpulkan digunakan buat kursus komputer. Selama delapan bulan ia gunakan fokus belajar mengoprasikan komputer. Hasilnya berkat kursus itulah dirinya diterima bekerja di pabrik pada tahun 1995 -an. Rudi memiliki prinsip menginginkan hidup lebih baik. 

 
Tak ada rasa puas dalam dirinya untuk berhenti menjadi lebih baik. “Maka saya mencari ilmu. Ilmu itu tidak akan habis,” jelasnya, hasilnya ialah ia bekerja di sebuah perusahaan keramik.
 
Bekerja di pabrik, mantan kenek itu kini bekerja menjadi pegawai pengontrol mutu. Dia menjadi pegawai di perusahaan terletak di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Untuk ini gajinya bisa dibilang turun yakni cuma Rp.4.600. 
 
Bedanya ialah Rudi bisa tinggal di mes pegawai milik perusahaan. Dia tak perlu memikirkan biaya sewa tempat tinggal lagi. Dalam mes ada salah satu temannya yang beternak ayam kecil- kecilan. Ia tiap hari melihatnya hingga terbersit pikiran.
 
Dalam 30 hari usaha milik temannya bisa panen. Bisa menambah uang tambahan buat si empunya dari ayam- ayam potong tersebut. “Saya juga tertarik,” ujar Rudi lagi. 
 
Ide membangun peternaka ia realisasikan langsung tanpa pikir lama. Rudi lantas mencari lahan buat membangun peternakan. Seorang teman memberi tahunya bahwa di kawasan Serang, Banten, ada tanah buat disewakan. Baru menjadi pegawai beberapa bulan. Rudi memilih menjadi peternak.

 

Dia ingin beternak ayam. Modalnya cuma Rp.3,5 juta hasil pesangon dan tabungan. Di tahun 1996, didirikan kandang ayam untuk 2.000 ayam modalnya Rp.1,9 juta. Lahan seluas 5.000 meter juga disewanya. 

 
Sewa lahan dihitungnya jumlah ayam diternakan. Yakni besarnya Rp.100 per- ekor, kala itu Rudi masih bekerja sendiri, tak cukup uang buat membayar pegawai terangnya. Panen pertama itu setelah 35 hari. Hasilnya dari panen pertama yaitu Rp1,5 juta.
 

 

Mantan Kenek Sopir

 

Tak lantas digunakan macam- macam tapi diputarkan lagi untuk kandang baru. Jadilah usahanya bisa naik lebih besar lagi. Sayangnya, usahanya tertimpa krisis monter tahun 1997. Rudi langsung bangkrut karena kriris moneter. 
 
Masalah krusial dari bisnisnya adalah bahan baku yang impor. Ya, beda dari pengusaha lain, kala itu Rudi disibukan penggunaan bahan pakan impor. Disaat harga dollar naik maka harga bahan pakan dari impor naik dua kali lipat.

 

Disisi lain, harga jual ayam potong miliknya tak naik. Alhasil Rudi nombok pembayaran buat tengkulaknya. Dia kemudian menerapkan sistem habis jual. Maksudnya pembayaran tengkulak selepas ayam habis terjual. Butuh waktu lama bahkan sampai satu bulan lunas. 

 
Si tengkulak jadi susah- susah gampang ditemui. Rudi harus rajin- rajin mencari mereka. Kalaupun ketemu mereka akan memilih membayar lewat mencicil.

 

Rudi buat memenuhi kebutuhan sehari- hari. Terpaksa menyewakan kandang- kandang miliknya. Sewanya yaitu Rp.250 per- ayam. Selain menyewakan kandang juga menjadi tukang bongkar muat sangkar ayam dari mobilnya. 

 
Selama enam bulan aneka pekerjaan lain dikerjakan. Salah satunya kembali menjadi sopir lagi. Uang dari tengkulak baru mau membayar ketika ayamnya laku. Ide lain muncul yakni kenapa menjual ayam itu utuh.

 

“Saya lalu berpikir, lebih baik menjual daging ayam saja,” terang Rudi.

Menjadi pedagang daging tentu beda dari beternak. Meski menjual sendiri hasil ternaknya tentu beda. Rudi merasakan betul di hari pertama berjualan. Dia punya stok daging 10 kilogram. Namun, hanya ada sepotong paha laku dijual seharga Rp.15000, tak mudah memang. 

 
Apalagi ia harus bangun pagi- pagi sekali yakni dari pukul 04:30 dimana pasar mulai ramai, sampai pukul 07:00 di Pasar Ciruas, Kabupaten Serang, Banten.

 

“Waktu itu, relasi saya memang belum banyak,” jelas Rudi. Untuk daging dipotong dan dibersihkan olehnya sendiri. Dia mencoba menjaga kepercayaan pelanggan. Dalam dua- tiga hari sudah bisa uang dikumpulkan. Ia kumpulkan juga buat membayar peternak patnernya. 

 
Buat apa uang ditahan berhari- hari, semuanya ia langsung bayarkan, dengan begitu hutangnya langsung lunas.

 

“Itu hak orang lain,” Rudi menambahkan. Hasil kerja kerasnya yaitu minibus sebagai kendaraan opersional. Dia beli seharga Rp.8,5 juta. Pelangganya tak lagi cuma pembeli pasar, tapi tukang sayur, hingga pemilik rumah makan, dan juga penjual pecel lele. Ayamnya ditawarkan melului sistem jemput bola. Dia sendiri yang menawarkan langsung ke penjual.

Mulai dari peternak ayam. Kini, ia beralih menjadi pedagang daging ayam pula. Kisah suksesnya berlanjut lewat marketing jemput bola. Dimana para pembeli tak perlu repot datang ke tempatnya. Akan tetapi ia lah sendiri menghantarkan ayam- ayamnya ke sana. 

 
Kualitas ayam dijaganya agar tetap dipercaya. Berkat inilah ia mampu membuka lapangan kerja bagi 10 orang. Salah satunya sudah ikut sejak usianya masih muda. Dia sampai sudah punya anak. Tidak cuma menawarkan ayam potong. Dia juga menawarkan kembali ayam utuh. 
 
Di tahun 2004, ia telah mampu menjual 1.200 ayam per- hari ditambah penjualan daging ayam di Pasar Ciruas. Ketika dia tak lagi mampu mengatasi pesanan. Diserahkannya usaha penjualan daging ayam kepada pegawai. Sementara dia jadi pemasok daging mentahnya untuk dipotong. 
 
Sebuah kombinasi menarik membangun usaha dari hulu ke hilir. Lewat hutang dari bank dibangun kembali peternakan miliknya. Modal kandang yang disewakan kembali ke tangannya. Digunakan kembali buat membangun bisnis peternakan ayam. 
 
Sukses dari bisnis ayam membuat ia memiliki 17 kandang tersebar di Kabupaten Pandeglang, Serang, Lebak, dan Kota Serang. Kemudian ia membuka namanya Perusaha Dagang (PD) Hiber Jaya tahun 2011. Kemudian usahanya dari ayam potong dan ayam beku.

 

Hingga ada 30 truk siap hilir- mudik dari tempatnya mengangkut ayam. Setiap truk bisa mengangkut 1000 ayam. Bisnisnya mampu menghasilkan 30.000 ayam didistribusikan dari Banten, Jakarta, Lampung, Sumatra Selatan, Kepulauan Riau, bahkan sudah sampai Kalimantan. 

 
Mitra bisnisnya mencapai 100 peternak dan juga 20 perusahaan. Jumlah karyawannya sudah 20 orang. Mereka lantas tersebar di rumah potong ayam, kandang, dan pasar. Dia mempekerjakan mereka warga sekitar. Total ada tujuh truk dan dua mobil boks milik pribadi. 
 
Semuanya untuk operasional utama usahanya. Bicara omzet pastilah sudah terbaca sampai miliaran rupiah. Akan tetapi yang terpenting bukanlah jumlah omzetnya tapi mampu membuka lapangan kerja. Selain itu ia ingin menjadi bukti hidup tidak ada yang tidak mungkin. 
 
Termasuk dirinya yang cuma mantan kenek. “Yang lebih penting adalah kita bisa membuktikan bahwa tidak ada hal yang tidak mungkin kalau kita mau berusaha,” tegas Rudi.

 

Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Komentar