Inspirasi wirausaha membuat produk sendiri. Kisah awal usaha tas Gembool, bikin tas sendiri, jualan sendiri, untungnya membawa nama Vidia terkenal. Bukan cuma nama brand tasnya dikenal jagat bisnis fashion Indonesia. Namanya juga dikenal menjadi sosok fashion designer.
Peluang bisnis fashion masihlah sangat menjanjikan. Kamu juga tak lah perlu menjadi seorang fashion desainer dulu. Usia baru 25 tahun, tapi sudah sukses bisnis tas sendiri ialah sosok Vidia Chairunnisa, masih berkuliah di Fakultas Teknologi Kelautan saat itu.
Menjadi Pengusaha
Jurusan tak sesuai bisnis dijalaninya. Memang, namun jiwa wanitanya yang mendorongnya berbisnis saja. Ia melihat adanya kebutuhan berpenampilan modis. Tak perlu jauh cuma dari lingkungan teman- temannya saja. Vidia lantas mulai berdagang tas murah.
Diambilnya produk asal Bandung sebagai awalan. Usahanya dimulai di tahun 2009 ketika itu tak disangka bisa laku keras. Kemudian mulailah mencari- cari pasar lain. Melompat ke aneka pameran bisnis dilakoninya.
“Tak disangka, ternyata laku keras! Saya pun mulai coba- coba ikut pameran untuk meraup pasar lebih luas,” terangnya kepada awak media.
Dirinya merasakan ada kekurangan dalam bisnis. Yaitu bahwa apa yang dijualnya tak menutupi seleranya. Ada kekurangan dalam model tas bikinan orang lain itu. Lantas mulailah Vidia buat memberanikan diri mulai untuk membuat tas -nya sendiri.
Ia cukup memodifikasi apa- apa model di Internet. Kemudian lahirlah tas pertama karyanya bermerek Tas Lutjuw. Dia cukup meminta dibuatkan oleh pembuat tas asal Bogor.
Lantaran dibuatkan oleh pengrajin tas lain. Belum tentu memuaskan keinginan hati Vidia akan produknya. Ia menjelaskan bahwa sistem dibuatkan orang lain atau “makloon” ini, memang punya kelemahan pada kualitas kontrolnya.
Ia tak bisa menetapkan material ataupun aksesoris tambahannya. Jadilah bahan yang digunakan oleh si pembuat berkualitas rendah. Bahkan mereka melakukan finishing seadanya saja. Benar- benar tidak bisa dipertanggung jawabkan.
“Produk saya pun tak maksimal karena saya dipaksa membeli material berkualitas rendah yang telah mereka sediakan dengan finishing seadanya,” jelasnya kepada majalah Femina.
Tak memilih pembuat tas lain. Vidia langsung tancap gas memilih membuka workshop sendiri. Akhirnya jadi lah produk ternama itu yang bernama tas Gembool.
Untuk ini dia mempekerjakan 50 orang pengrajin wanita asal Kampung Cihampea, Bogor, dimana tasnya ini memiliki nama Gembool dari kata gembul (dalam bahasa Jawa). Konsep tasnya fun, warna- warni, serta dekat dengan selera remaja.
Kata gembul sendiri bisa berarti banyak uang atau menggelembung tasnya. Mengembul karena banyak uang atau isinya. Harapannya biar usahanya lancar serta memakmurkan. Vidia langsung saja membidik pasar anak muda ABG.
Alasannya karena mereka konsumtif, centil, ingin sesuatu yang menarik mata mereka. Ingin juga gonta- ganti tas sayangnya masih terbatas uang jajannya. Selain itu warna- warna Gembool juga nge- jreng jadi bisa dipadu- padankan.
Riset sederhana dilakukannya. Dalam risetnya anak muda masih abg memilih sesuatu yang trendi, tapi dari segi harganya murah, sesuai daya beli mereka. Untuk bahan sudah disesuaikan olehnya. Akan tetapi masih dalam tataran kualitas terbaik bisa disuguhkan.
Bisnis Tas
Ia berusaha keras agar menekan biaya produksi serta harga jual. Meski material hitungannya biasa, tapi finishingnya rapih, inilah menjadi kekuatan tas Gembool.
Produk miliknya juga memberikan garansi reperasi hingga setahun. Reperasi bahkan digratiskan jika terjadi kerusakan dari pabrikan. “Produk Gembool yang handmade terjaga betul kerapian jahitan dan lemnya,” jelas Vidia lagi.
Agar usahanya tetap kompetitif dirinya tak pernah lupa berinovasi. Selalu mengikuti tren desain tas, terus mengikuti perkembangan termasuk tren tas Korea belakangan. Ia lantas memodifikasinya. Tas- tas dari sana biasanya berwarna pastel, tabrak warna, dan motif hewan.
Vidia meyakini pasaran anak abg lebih peka di update pasar, variasi model, kemudian harga ketimbang kualitas bahannya. Memang anak- anak remaja baru gede ini suka warna- warna ngejreng.
Ia pun menyediakan aneka warna. Total 8- 10 pilihan warna disediakan untuk produk tasnya. Kemudian ada produk dompet maksimal diproduksi 15 warna berbeda. Gembool juga mengeluarkan tiap bulannya 2-3 model berbeda.
Serbuan produk impor tak menyurutkan Vidia. Ia sudah menyusun marketing apik. Ia fokus memanfaatkan sistem reseller. Pendekatan teman ke teman atau remaja ke remaja diandalkannya. Ini terbilang sukses besar apalagi memanfaatkan sosial media.
Ia juga mempersilahkan mereka buat men- dropship tas Gembool. Tak ada syarat pemebelian minumun tapi… Tapinya bagi reseller order banyak akan mendapatkan potonga per- unit produknya 15%. Dari resellernya sendiri bahkan sudah ada rutin memesan Rp.5 juta sekali order.
Biasanya kalo begini akan dijual secara offline. Cara pemasaran lain yakni melalui sistem toko online besar. Gencar sekali Gembool buat membangun branding -nya. Terbukti ada toko online besar siap menjual produknya, dari toko Zalora, Lazada, serta Blibli.
Khusus membantu para reseller produknya menyediakan katalog. Total ada 50 reseller yang tersebar Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, bahkan Negeri Jiran.
Setiap minggunya workshopnya menghasilkan 10 lusin tas dan 25 lusin dompet. Ini juga termasuk produk lain seperti halnya sarung ponsel dan organizer. Harganya, dompet seharga Rp.45.000- Rp.155.000, lalu buat tasnya Rp.125.000- Rp.179.000.
Memanfaatkan sistem marketing panjang komplek. Berapa total omzet dihasilkan oleh Vidia. Jawabanya tak main- main yakni rata- rata Rp.200 juta- Rp.250 juta. “Laba bersih saya sekitar 20%- 30% dari omzet,” terang Vidia.
Telah sukses menyasar pasar anak muda maka selanjutnya adalah pasaran dewasa. Dibawah bendera CV. Gembool Mulia Jaya, kini, workshopnya sukse berproduksi 1.300 tas tiap bulan. Menyasar target pasar dewasa disiapkanlah produk khusus.
Nama produk barunya Vidiap dibawah label Bagtitude. Merupakan konsep tas wanita dewasa masa kini. Ini sudah mulai berjalan sejak November 2013. Pemilihan warnanya beda karena bukan anak baru dewasa.
Ia menggunakan warna elegan seperti coklat, hitam, atau ivory, material digunakan pun lebih diatasnya. Jadilah harga jualnya juga jadi lebih tinggi yakni Rp.350.000. Atas kerja bagus perusahaan barunya inilah ia sempat menjadi finalis Joytea Grean Sosro Youth Business Competition (YBC) 2011.
Ketika ditanya sejak kapan mulai berbisnis. Ternyata, eh ternyata, jauh sebelum jualan tas asli Bandung, ia sudah pernah menjajal tas impor. Ini dijualnya secara retail di sebuah mal di kawasan Bogor.
Aktifitas bisnis ini dijalani dari kurun waktu Januari sampai Agustus 2009. Disinilah, kemampuanya mengamati pasar terasah melalui serangkaian pengalaman berjualan sendiri. Delapan bulan pula sudah diketahuinya jelas apa kelebihan kekurangan tas impor.
“Saya melihat tas impor maju karena mengikuti tren mode. Padahal kualitasnya tidak terlalu hebat dibanding lokal,” terangnya.
Selepas rajin berjualan tas impor beralih ke lokal. Ia lantas memutuskan membuat workshop sendiri seperti penulis kisahkan diatas. Modalnya cukup besar yakni Rp.24. juta. Dibuatlah semacam satu bengkel kecil tas bertempat di kawasan Bogor.
Orderan pertama dirinya ingat betul yaitu Rp.350.000. Vidia senang sekali -ini menjadi pesanan pertama kali dan merupakan kunci. Sukses menjual pertama kali ternyata usaha tasnya itu semakin berkibar.
Tiga tahun berjalan usahanya awalnya cuma dibantu 25 orang. Setidaknya sudah ada 40 orang reseller online diawal tas ini berdiri. Dari Aceh sampai Papu sudah ada resellernya. Dimana pada awal bisnisnya reseller sudah menyumbang 15%- 30%.
Tas Gembool ditargetkan buat mereka yang berumur 14 tahun sampai 30 tahun. “Saya berharap bisa memiliki 100 reseller,” pungkasnya.
Halangan berbisnis
Tidak ada halangan baginya memulai usaha sejak muda. Namun, bagi pemilik perusahaan CV. Gembool Mulia Jaya ini, satu- satunya penghalang kamu adalah pengalaman. Akan tetapi kita tak akan berpengalaman jika tak mencoba.
Tidak tahu apa- apa soal bisnis. Vidia nekat nyemplung saja. Ini ajang pembelajaran yang tak mungkin didapatnya di pendidikan formal. Sejak kecil sudah berjualan jepit rambut ketika masih duduk sekolah dasar.
Kemudian, mulailah berjualan produk fashion lain kali ini adalah pakaian tidur dan muslin. Ketika itu ia sudah beranjak dewasa duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Cuma modal kenalan ibunya anak SMP itu berani mengajukan kerja sama. Ia kemudian tanpa malu menjual produk itu secara door- to- door saja. Dari sini, ia bisa mengumpulkan uang saku, bahkan sudah bisa beli ponsel sendiri.
“Saya lupa berapa bayarannya, tapi yang jelas saya bisa membeli ponsel dari hasil tersebut,” ia mengingat.
Namun, ketika kedua orang tuanya tau, Vidia justru dilarang keras buat berjualan. Alasannya karena akan mengganggu tugas sekolahnya. Mereka takut mengganggu prestasi sekolahnya. Karena menghormati kedua orang tuanya berhenti sejenak Vidia dari berdagang.
Tapi tekadnya sudah bulat kelak dia harus jadi pebisnis. Disisi lain orang tuanya berharap dirinya menjadi pegawai negeri sipil. Tahun 2005 selepas menamatkan sekolah menengah atas di Lombok. Dia memutuskan melanjutkan kuliah di Bogor yakni di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Di masa kuliah jiwa kewirausahaanya merdeka dan mulai lagi berjualan. Awal kuliah beralih berjualan mutiara. Saat itu banyak teman mencari mutiara khas Lombok. Dia sendiri tak spesifik menyetok. Cukup menghubungi pengrajinnya disana langsung. Semuanya itu ada setiap ada orang pesana saja.
“Jadi saya tidak menyetok, semua sesuai pesanan,” jelasnya, semua pesanan temannya ditampung oleh Vidia kemudian ketika pulang kampung barulah dibelikan. Harga jualnya Rp.160.000 per- butir.
Kegiatan bisnis tanpa sepengatahuan ibu itu pun berlanjut. Bahkan menjadi lebih terobsesi dari sebelumnya Ia tumbuh terus dari berjualan. Produk mutiara tersebut dijual seharga Rp.160.000 dimana margin untungnya mencapai 50%.
Meski margin tinggi bisnisnya dianggap terbatas kalangan tertentu. Dia merasa bisnis begini tak menjanjikan. Tahun 2008 dimulailah bisinis tas impor kemudian tas buatan loka. Sejak itu pula tekadnya buat memiliki brand sendiri timbul.