Bisnis Nata Decasava jarang dibikin orang. Usaha singkong difermentasi menjadi alternatif bisnis. Ya selain kelapa ada lago yang bisa difermentasi. Ternyata, eh ternyata, selain buah kelapa yang bisa difermentasi adalah ubi- ubian.
Dalam hal ini cassava atau singkong ternyata bisa diolah menjadi apa yang namanya nata de cassava. Ialah dia seorang ibu yang sukses ‘menemukan’ potensi bisnis ini. Sebuah kudapan hasil olahan dari ampas atau olahan limbah tepung tapioka.
Pernah mencobanya? Mungkin belum sama halnya dengan penulis.
Usaha Singkong Fermentasi
Terbuat dari singkong, dari tekstur dan bentuknya, nanti mirip dengan nata de coco; putih dan kenyal gitu. Hanya saja tentu rasanya bukan rasa kelapa tapi rasa singkong. Panganan ini terbuat dari limbah pembuatan tepung tapioka yang diberi fermentasi mikroba acetobacter xylinum.
Warsinah sendiri adalah pengusaha tepung tapioka asal Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, yang mana dikembangkanya sejak Mei 2009. Semuanya berkat bantuan sekelompok mahasiswa asal Universitas Gajah Mada (UGM), mereka yang mengadakan praktik kerja nyata atau KKN di daerahnya.
Pada suatu hari, para mahasiswa KKN tersebut mengajarinya bagaimana mengolah limbah produksi tepungnya. Bagaimana merubahnya menjadi sesuatu yang berguna.
Padahal biasanya limbah itu saya buang begitu saja ungkap Warsinah. Ya, dibuang karena baunya yang tidak sedap dan tidak bisa diapa- apakan lagi, hingga, akhirnya pengusaha generasi ketiga ini menemukan apa yang diberinya nama nata de cassava.
Ini menjadi pemasukan tambahan untuk usaha utama keluarganya. Ia mengaku bisa mengantongi omzet Rp.150.000 per- hari atau sekitar Rp.4,5 juta sebulan.
Disisi lain untuk usaha utamanya menjual tepung menghasilkan Rp.6 juta. Dimana harga jual per- kilo tepung tapiokanya dijual Rp.5.000 per- kg. Lantas bagaimana cara pengolahannya? Cara pembuatan produk ini sebenarnya sangatlah mudah.
Hanya saja, waktu pembuatannya bisa dibilang cukup lama, yaitu butuh waktu selama enam hari. Di hari pertama, limbah cairan tapioka direbus bersama ampas singkong. Hari kedua rebusan itu disaring dan dimasukan kedalam nampan.
Pada hari berikutnya atau hari ketiga masukan bibit ke dalam air ampas. Cairan tersebut maka akan berubah menjadi nata setelah hari ke lima atau enam. Karena bisnis utama Warsinah mengolah tepung. Maka usaha pembuatan nata de cassava dilakukanya setiap hari.
Setiap hari 250 liter air limbah tapioka akan diubah menjadi 150 lembar nata yang kemudian disimpan di nampan khusus. Harga jualnya tegolong miring yaitu Rp.1.000 per- nampan. “Saya jual ke seorang penadah di Bantul,” pungkasnya. Kisah nenek 63 tahun ini patutlah kita contoh apalagi bagi kita yang tengah menggapai pangkat pengusaha.
Respon pasarnya positif tak jarang membuatnya kualahan. Pesanan penadah tersebut terkadang lebih besar dari apa yang bisa dihasilkannya. Warsinah mengaku modal yang dikeluarkan cuma Rp.35 juta. Dana ini ia gunakan untuk membeli 30 lusin nampan dan peralatan lain.
“Uangnya dari uang tabungan dan dari pinjaman bank,” tuturnya.
Sebagai tambahan untuk penyajian hendaknya direbus dua kali. Selepas Warsinah memotong- motong kecil natanya lantas direbusnya dua kali dengan air berbeda. Tujuannya agar nata benar- benar bersih dan bau bibit natanya hilang.
Setelah itu kamu cukup merebusnya dengan air gula merah ataupun air sirup. Warsinah sendiri mengaku tidak takut kekurangan bahan baku. Pasalnya di daerahnya tersebut merupakan sentral penghasil singkong. Untuk harga singkongnya dijual Rp.700 per- kilogram.
Tentu saja ini patut diperhitungkan dalam rencana bisnis kamu. Kendala utamanya ada pada musim hujan. Dimana jika kamu tak telaten menyelimuti proses fermentasinya maka akan tumbuh jamur merusak. Disarankan oleh ibu tiga anak ini bahwa baiknya disimpan di suhu 30- 31 derajat celcius.