Pemilik Sweet Purple bercerita bagaimana awal usaha. Pengusaha Adi Kharisma memang sedari dulu sudah wirausaha. Dia dulu merupakan pengusaha ritel sukses. Ya, dulu, dia adalah pengusaha sukses menghasilkan miliaran rupiah dari jual- beli makanan dan minuman.
Namun justru dari ubi ungu lah namanya berkibar di masyarakat. Selain sukses apa yang membuatnya senang adalah mampu menyehatkan masyarakat. Dari penjual aneka makanan- minuman beralih jualan olahan ubi ungu. Pria asal Bali merupakan pelopor nasi dan es krim berbahan ubi jalar.
Kesemuanya terbuat dari bahan ubi ungu yang katanya baik untuk mencegah kanker. Semua berawal dari fakta nasib keluarganya. Dia menyebut tujuh kerabat Adi, yaitu Ibu, kakak, mertua dan pamannya adalah pengidap kanker sampai di tahun 1995.
Wirausaha Kreatif
Adi tertantang untuk mencari tau informasi sebanyak- banyaknya tentang penyakit kanker dan pencegahannya. Dia yang lulusan San Francisco State University, Amerika Serikat, ini pun mengaku memiliki setidaknya 100 judul buku tentang kanker.
“Semuanya berbicara tentang kanker dan cara mencegahnya,” ujarnya.
Menurut apa yang dibacanya penyebab kanker ada pada pola makan. Oleh karena itu, tahun 2000 -an, Adi mulai gencar- gencarnya menjalankan aneka diet. Dia mulai menjauhi aneka sea food, daging merah, serta memperbanyak buah dan sayuran.
Adi juga mengajak anak dan istrinya agar tak ikut mengalami nasib yang sama. Daging yang ia makan cuma terbatas pada aneka ikan dan ayam. Hasilnya memang cukup besar bagi kesehatan mereka.
Sampai pilek pun tidak pernah ujar pria 50 tahun ini. Sejak saat itupula, dirinya mulai merambah bisnis sehat sebelum masuk ritel. Bisnis sehat pertama yaitu bisnis virgin coconut oil (VCO) sejak 2004, yang sayangnya, kemudian bangkrut akhirnya.
Bisnis minyak kelapa itu kandas, dimana modal yang ia keluarkan sampai 100 juta, cuma untuk mengetahui bagaimana membudidaya dan mengolah jenis kelapa ini. Dalam penjelasannya para petani dalam asuhanya tak mau dibina.
“Para petani mau menjual kelapanya. Tidak mau dibina untuk memanfaatkan sabut, batok, air serta daging dari kelapanya,” begitulah alasannya.
Bisnis retail
Berbanding terbalik dari tujuan awalnya berbisnis sehat. Justru dari bisnis lainnya, yaitu bisnis menjual aneka makanan dan minuman -yang kebanyakan tak sehat. Justru itulah sumber kakayaanya kala itu. Dari bisnis tersebut dihasilkan uang hingga Rp.1,5 miliar per- bulan.
Semuanya itu belum lagi dari bisnis lainnya yang tak seidealis bisnis kelapa. Yaitu pendapatan dari berbisnis 10 mini market, empat gerai warung soto, serta satu buah waralaba Subway Sandwich di Australia.
Tujuan demi kesehatan jadi dorongannya untuk kembali mencari apa yang salah. Dalam penelitiannya ditemukan fakta bahwa ubi ungu itu punya kadar serat pangan tinggi, ada bakteri baik prebiotik, kadar Glycemic Index rendah, ada pula oligosakarida.
Ada lagi fakta ubi ungu yaitu warna ungunya baik untuk antioksidan, yaitu menyerap polusi udara, racun, dan oksidasai dalam tubuh, dan terkahir menghambat penggumpalan sel darah. Adi mulai mencari cara untuk mendapatkan ubi ungu.
Hal pertama yang dilakukannya ketika memulai usaha ubi ungu adalah mencari pemasok ubi. Dipilihkan para petani asal Yogyakarta untuk memenuhi kebutuhan produksinya. Alasan kenapa memilih Kota Gudeg karena memang di sanalah pusatnya.
Disana merupakan tempat produksi aneka ubi. Utamanya ubi bernama gembili yang memang sangat umum ditanam petani. Tapi soal ubi gembili ini ada satu kesulitan yaitu fakta bahwa masa tanamnya lama.
Untuk itulah dipilih ubi jalar yang lebih gampang penanamannya. Selain banyak ditanam sama halnya gembili, tapi lebih mudah untuk menanamnya. Selain mendapatkan pasokan utama dari kota Yogyakarta, Adi juga mendapatkan pasokan dari pulau Bali.
Pasokan juga datang dari kebun sendiri seluas 1,5 hektar untuk ubi saja. “Saat ini dalam sebulan saya butuh lebih dari tiga ton ubi jalar,” terangnya. Selama memulai usahanya, ia mengaku banyak melakukan eksperimen dalam perjalanannya.
Produk pertama ciptaanya adalah nasi ungu, lalu disusul es krim dan juga brownis ungu. Selain itu olahannya juga semakin bertambah dalam perjalanannya. Ada burger es krim yang dijualnya seharga Rp.12.000 per- buah.
Kemudian ada pula burger ubi ungu yang rotinya dari bahan ubi ini. Adi juga membuat minuman ringan bernama jus ubi ungu. Ia menjualnya seharga Rp.11.000 sampai Rp.17.000 per- gelas. Untuk brownies ubi dijualnya Rp.17.000 berisi enam buah per- kotak.
Adi menjual nasi ubi ungu seharga Rp.17.000 per- kotak, sudah termasuk empat tusuk sate lilit jelasnya. “Dari harga jual ini, secara eceran saya mendapatkan margin 30%,” ungkapnya. Kunci sukses Adi Kharisma adalah kemampuannya menangkap peluang.
Persaiangan Usaha
Di Malang, ada usaha lain yang menyaingi usaha milik Adi. Meski begitu dirinya tak gentar. Oleh karena hal tersebut pula ketika produk tersebut masuk ke Bali. Pengusaha Adi memilih mengalihkan sebagian ke ibu kota Jakarta. Guna memenangkan persaingan tersebut.
Ia tak cuma memperbanyak fariasi; tapi menambah jenis ubi yang diolahnya, yaitu ada ubi putih, kuning, dan orange. Sejak itu pula lah, ia yang pertama mengolah aneka ubi warna di Indonesia. Dan ketika merintis pertama kali Adi memilih Bali.
Selain karena ada unsur sejarah, tapi juga, karena disana pula pusatnya ubi selain di kawasan Yogyakarta. Ia memanfaatkan toko warisan keluarga yang ada di Jalan Teuku Umar, Denpasar, guna menjajakan aneka produk makanannya; namanya Warung Sela Boga.
Tempat yang dulu merupakan pusat jajanan ternyata tidak ramai. Adi cuma mengantongi Rp.30- 50 juta per- bulannya. Maka dari tahun 2008 silam dimulailah penjajakan ke Ibu Kota.
Menggelontorkan tak sedikit dana dibukalah sebuah warung. Tempatnya terletak di kawasan Bintaro Sektor 1, Jakarta Selatan. Sebuah warung yang disewanya seharga Rp.1,5 juta per- bulan. Nyatanya, menembus pasa Jakarta tak semudah dibayangkan.
Adi Kharisma mengaku bersaing ketat dengan produk olahan lain, seperti Burger Blenger, yang gerainya ada di D’Hoek Bintaro. Ia pun berpikir keras bagaimana agar usaha miliknya bisa tumbuha besar.
“Di Jakarta, saya bagaikan terjun di hutan belantara,” kenangnya. Pria 50 tahun tersebut mengaku kualahan mencari tempat berjualan.
Kawasan D’Hoek Bintaro Sektor 1 jadi pilihannya. “Tempat itu saya namakan Sweet Purple, artinya warna ungu yang cantik,” ujarnya menjelaskan, disitulah awal mula bisnis Sweet Purple, dan terakhir belakangan ia mengembangkan burger.
Beda dengan burger lain, produknya tersebut adalah burger es krim ubi ungu dengan roti ubi. Es krim tersebut dijualnya seharga Rp.12.000 per- buah. “Rotinya juga terbuat dari ubi loh,” jelasnya berpromosi.
Alasannya mengembangkan menu agar pembeli tak bosan. Apalagi di tempatnya itu pesaing utamanya cukup berat yaitu Burger Blenger. Dalam perjalanannya bahkan mampu membuat kwalahan. Adi menjelaskan dari persaingan tersebut cuma menghasilkan 20 juta per- bulan.
Bermodal waralab dimulailah ekspansi besar- besaran di penjuru Jakarta. Untuk meningkatkan omzet, Adi aktif mencari pameran untuk didatangi. Dari sana dalam pengakuanya mampu mencetak laba bersih satu juta.
Adi sudah merambah tempat- tempat baru. Diantaranya ada di kawasan Police Academy, Ancol, dan di Pasar Pagi. Tapi gerai- gerai tersebut malah hanya ramai di akhir pekan. “Penjualan kurang bagus dan saya tutup,” ungkapnya.
Kemudia ia memindahkan gerainya ke Summarecon Serpong dan ada juga di Lippo Karawaci. Tak mau cuma untung sedikit, gerai yang di D’Hoek dipindahkan, dipindahkan ke belakang Mc Donald Bintaro Sektor 9. Disana persaingan tak terasa begitu kental.
Meski ada 90 gerai makanan di tempat tersebut. Untuk makanan sejenis tidak lah ada, jadi ubi ungu buatan Adi bisa berkembang, hasilnya omzet dua puluhan juta lebih bisa dikantongi.