Pemilik asli Cireng rampat Ani Rohaeni bercerita awal. Kisah pengusaha cireng sukses yang mampu mewaralabakan. Hebat ibu 43 tahun asal JL. Cemara Bandung ini, nekat, memwaralabakan bisnisnya yang cuma jualan cireng.
Atau jajanan yang terbuat dari aci digoreng asli Jawa Barat itu. Kisah dimana dia pertama kali mencoba- coba membuat inovasi pada jajanan cireng. Hasilnya sangat mengejutkan laris manis diserbu pembeli. Itu Semua berawal dari hobinya pada jajanan cireng tersebut.
Dia mulai membuat cireng lain, dari bentuk, rasa, serta ada isinya. Hingga bisa menggugah selera lebih- lebih lagi. Usahanya dikerjakan sejak tahun 1992, ia lantas memperkenalkan produk barunya; bernama The Cireng Rampat, yang kemudian menyebar hingga ke seluruh wilayah Kota Kembang.
Bisnis Cireng Asli
Isinya mulai dari rasa manis, pedas, dan asin. Untuk aneka rasanya ada isi daging sapi, sosis, bakso, kacang, kornet.dll. Semuanya lengkap sampai kami repot menulisnya. Patokan harga yang digunakan Ani juga lah terjangkau, cuma Rp.1.200 sampai Rp.2.000.
Ia mengaku dengan menggunakan adonan berkualitas baik dan utamanya, Ani fokus pada rasa pedas yang tengah digilai anak muda. Disamping itu semua cireng buatannya ini crispy. Tak hanya disukai masyarakat biasa.
Para selebritis juga sudah menjadi penggemarnya. Sebut saja Tukul Arwana yang sudah mencicipi rasa cireng buatannya di suatu acara di BSM. Untuk menghindari penjiplakan, Ani bergegas mendaftarkan produknya kepada instansi hak paten.
Intinya agar tidak peniruan dimana cireng ini cuma diproduksi oleh Ani Rohaeni. Layaknya produk kuliner lain cireng buatan Ani tak mau kalah. Kali ini ia menyasar cara waralaba cireng untuk jadi alat pemasaran.
Manajer Pemasaran dari Cireng Rampat, Sulistiyanto, mengaku usaha ini telah memiliki 51 mitra waralaba. Dimana sudah tersebar 51 gerai di tiap daerah seperti di Bandung sendiri, lalu di Bogor, Garut, Sukabumi, dan Banjaran masing- masing punya 10 gerai.
Totalnya ada hampir seratus gerai tersebar di kawasan Jawa Barat. Untuk usaha ini cukup kamu keluarkan uang 3,5 juta untuk menjadi pewaralaba. Dimana kamu bisa langsung berjualan menjual cireng khas miliknya.
Ada lagi untuk kita yang diluar Jawa Barat akan sedikit lebih mahal yaitu 5- 7 juta. Keuntungan bisnis cireng waralaba ini yaitu semua sudah disediakan dan kamu tak perlu meminta stok layaknya retail.
Mengenai omzet dijelaskan oleh Sulistiyanto ada 36 juta per- bulan. Ini berasal dari 3.000 sampai 1.000 buah cireng yang akan disuport dan terjual semuanya. Menarik kan?
Kembali ke awal berbisnis Ani, dulunya, ternyata seorang karyawan di salah satu restoran internasional. Dia tak langsung berjualan cireng jelasnya. Dia dulu berjualan cireng untuk biaya hidup bersama dua anak.
Biasa saja sebuah bisnis untuk menghidupi diri sejak 91. Dimana dia saat itu coba- coba mengolah aci yang lantas ia berpikir bagaimana jika dibuat combro. Nah, akhirnya ia mencoba membuat satu gumpalan aci yang lalu dibentuknya.
Isi pertama cirengnya cuma isi sambal kacang. Dari sinilah perjalanan bisnis Ani berlanjut dari cuma membuat beberapa hingga berkarung- karung. Karena tau rasanya hidup susah maka ia pun mengajak para tetangga untuk mengerjakan bisnisnya.
Kala itu ia menyebut lingkungannya banyak penggaguran. ia membantu mereka yang pengangguran itu. Kisah pengusaha cireng sukses berkat inovasi dan kegigihan.
“Saya ingin menolong mereka yang putus sekolah, yang tidak punya orang tua. Mungkin dari situ mukjizat datang untuk saya, sehingga saya bisa merekrut orang untuk bekerja di sini,” lanjutnya.
“Kebanyakan karyawan di sini mereka yang putus sekolah atau yang tidak punya orang tua. Karena itulah tujuan kita,” jelas sang pemilik asli Cireng Rampat dalam satu sesi wawancara.
Dialah penemu cireng isi ini, dengan kepedulian akan lingkungan. kebaikan dibayar kebaikan itulah kira yang kita bisa pelajari. Cerita pun berlanjut dimana ia bercerita modal awalnya ini kecil. Dia menyebut cuma ada Rp.15.000 diawalnya.
Strategi Bisnis
Tapi kala itu sebelum krismon jelasnya dimana kalau sekarang bisa tak cukup. Dari usahanya ini juga muncul penjiplak meski telah dipatenkan. Setidaknya masyarakat tau apa produk aslinya dan mana yang palsu.
Ditelusuri lebih lanjut ini waralaba dan berbasis sitem beli- putus. Yaitu ia menggunakan sistem bernama beli- putus dalam penjelasannya. Mitra akan membayar administrasi untuk royalti kemudia mendapatkan suport lain.
Dimana Ani mengaku ini untuk royalti merek dagangnya, yang memang sudah ada hak paten, ijin depkes, dan NPWP. Oleh para mitra cukuplah menjual dimana semunya sudah dibebankan dalam merek.
Kamu akan mendapatkan banner, bonus 50 potong cireng, dimana sisa uangnya akan berbentuk produk siap jual. Untuk gerai pewaralaba atau mitra harus disediakan sendiri, dimana, kamu nanti cuma akan disediakan produk siap jual saja.
Nama Rampat sendiri berasal dari nama anak- anaknya, yaitu Ramadhani dan Patria. Kedua nama anaknya itu lantas disatukan. Memang jika orang mengira Rampat berasal dari tempat wisata Raja Empat.
Jadi bisa saja orang mengira jika Ani berasal dari Sumatra tapi tidak. Semua cuma kebetulan tegasnya, kalo ingat lah cireng, ingat Rampat, itulah mengapa banyak nama mulai meniru. Usaha yang dulunya cuma bermodal satu gerobak kini sukses besar.
Ketika merintis pengusaha Ani memulai berbisnis rumahan. Usaha dibelakang sana, di teras rumahnya, di jalan Cemara tetapi masuk gang. Terus dia berjualan sendiri sampai datang pesenan. Dari Jogja sampai Surabaya menikmati Cireng Rampat.
“Dorong gerobak sendiri. Trus saya jualan sendiri. Mulai dari situ ada yang pesen ke jogja, ke Surabaya,” kenangnya. Maka ia mulai berpikir strategi bisnis terbaik. Strategi beli- putus. Dengan cara demikian membantu orang lain, sekaligus mempercepat penjualan.
Dia lantas bercerita bahwa ia tak pernah mensurvei usahanya. Ani cuma bermodal feeling. Ketika itu ia cuma membuat apa yang dipikirkan. Dia juga bercerita usahanya dimulai ketika ia punya suami. Karena usaha ini ramai dan suaminya tak suka karemaian atau entah kenapa; dia putuskan pisah.
Dimulailah ia fokus pada bisnis cireng isi ini. Untuk membedakan isi, ia tak menggunakan sistem bakpau, atau dikasi tanda titik agar tau yang ini isi apa.
“Saya tidak mau, itu kan meniru bakpau. Kalau cireng kan membedakan isinya dari bentuknya. Kenapa saya membentuk cireng isi bakso dengan bentuk bulat, karena bakso kan berbentuk bulat. Seperti itu. Jadi, ya, sesuai dengan perasaan saja,” jelasnya.
Catatan: kami mencoba mencari profil Bu Ani Rohaeni (foto) tapi tak ditemukan.