Ada kisah dibalik nama ikan legendaris berikut. Dia adalah maestro dibalik sejarah lele sangkuriang. Ia sudah sudah puluhan tahun menekuni budidaya lele, sukses mengangkat derajat hidup orang banyak.
Sang “Letkol” atau Letnan Kolam yang sudahlah pasti ia memiliki puluhan kolam budidaya lele. Rahasia suksesnya pun tak pernah ia rahasiakan untuk anda. Dia juga dikenal sebagai seorang Penanggul Miskin oleh warga sekitar.
Sosok Nasrudin tetaplah bersahaja, sederhana dan murah senyum, meski telah berkecukupan dari lele saja. Ia selalu siggap untuk membantu anda yang ingin berbisnis lele Sangkuriang. Keberhasilan membudidaya ikan lele tak pernah ia rahasiakan.
Sejarah Lele Sangkuriang
Dia bahkan membaginya kepada masyarakat. Sejak awal, peternak tak lulus SD ini memang bercita- cita memberdayakan orang banyak. Ia ingin sekali membantu mereka yang menganggur, di PHK, pensiun, ataupun putus sekolah.
Bersama- sama mereka ikut nyemplung di kolam ikan lele Sangkuriang. Nasrudin memang pekerja keras. Dia yang tekun mengerjakan budidaya, sukses mewujudkan mimpinya. Kini setiap hari akan banyak orang berbondong- bondong datang kepadanya.
Ada sekitar 50- 70 orang beragam profesi dari 32 provinsi di Indonesia datang ke tempatnya di Kampung Sukabirus, Desa Gadog, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Sebuah tempat Nasrudin membudidaya ikan lele, sekaligus tempat pelatihan. “Training Center” bagi anda yang ingin belajar budidaya lele dengan ahlinya. Selain itu Nasrudin juga aktif menjadi pembicara di berbagai seminar wirausaha.
Ketika itu masih di era Orde Baru. Nasrudin hidup sebagai petani, tenang, dan bekecukupan. Kala itu benih, obat- obatan, dan pupuk sudah disubsidi pemerintah. Harga beras jadi stabil. Baginya itu kisah lama, semua sirna ketika krisis ekonomi.
Di tahun 1998, jutaan orang termasuk petani seperi dirinya tak luput terkena libas krisis ekonomi. Dia menjadi salah satu orang yang berhadapan dengan kebutuhan yang naik selangit. Meski hidup susah, ada prinsip kuat dalam dirinya.
Prinsip Nasrudin adalah lebih baik menyalakan lilin dari pada mengutuk kegelapan. Hingga 2010, ia akhirnya menemukan budidaya lele yang kala itu tengah diteliti genetiknya oleh Balai Budidaya Air Tawar (BBAT), Sukabumi, Jawa Barat.
BBAT tengah mengerjakan perbaikan mutu untuk lele dumbo. Waktu itu tengah ada penelitian peningkatan mutu lele dumbo melalui perkawinan silang- balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan indukan jantan generasi keenam (F6).
Indukan betina F2 merupakan salah satu koleksi BBAT Sukabumi yang sejatinya berasal dari keturunan kedua lele dumbo dari Afrika tahun 1984. Adapun untuk indukan jantan F6 merupakan induk yang ada di Boyolali Jawa Timur.
Nah, inilah cikal bakal si lele Sangkuriang. Saat itu Nasrudin mendapatkan kepercayaan dua ekor betina dan satu ekor jantan lele. Meski kualitasnya ajaib. Lele ini sulit dikembang biakan. Ia ingat betul pesan dari Irhin, seorang petugas BBAT, bahwa ikan ini akan sulit tumbuh natural.
“Kamu tidak akan bisa mengembangbiakan lele jenis ini tanpa buatan (disuntik),” kenang Nasrudin lagi.
Bagi Nasrudin tak ada yang tidak mungkin. Ia kemudian membuat dua buah kolam. Satu kolam ada dibawah rumahnya, dan satu lagi yang ditempatkan di belakang rumah. Dua kolam alami yang dibuat dengan lubang- lubang, bebatuan serta beberapa sikat ijuk.
Enam hari berlalu. Nasrudin menemukan telur- telur di kolamnya. Ia lantas kegirangan. Namun setelah menetas, dua minggu kemudian ada keanehan. Apakah itu?
Dari bagian parut ikan- ikan kecil itu nampak tumbuh kaki. Ternyata, yang selama ini dikira anakan lele itu, hanyalah anak katak atau kecebong. Nasrudin tak menyerah. Ia membuang kecebong itu lalu mengganti air dalam kolam dengan air jernih.
Malamnya ia manatap lele- lelenya dalam- dalam. Nasrudin memperhatikan lele- lele nya saling mengejar. Dia memperhatikan perut lele betina yang tampak mulai besar. Esoknya ia menemukan telur lagi. Nasrudin menemukan banyak telur di pinggiran tembok kolamnya.
Dengan sigap ia segera memindahkan lele- lelenya. Dia langsung pisahkan lele- lelenya ke kolam yang satunya. Kali ini telur- telur itu benar- benar berasal dari lele betina. Dari ratusan ribu telur yang menetas itu, yang menjadi bakalan lele hanya 1000 ekor dengan ukuran sekitar 2-3 cm.
Kemudian Nasrudin menjual bibit- bibit lele seharga Rp.150. Melihat keuntungan yang besar. Nasrudin merombak sawah- sawahnya satu per- satu menjadi kolam lele. Ada 13.000 m2 telah ia habiskan untuk membuat kolam- kolam yang terdiri kolam pamijahan (tempat bertelur), penetasan dan pembesaran.
Kolamnya sendiri dibuat menggunakan bahan terpal dan sebagian diantaranya ditembok. Secara teori dan pengalaman para peternak lele, cara budidaya lele jenis ini tidaklah mudah. Demikian halnya yang dialami pula oleh Nasrudin.
Mulai dari pengaturan Suhu, racun tanah, polusi udara serta pakan, memiliki pra-syarat yang cukup rumit. Ditambah lagi, di zamanya, tidak ada informasi mudah seperti halnya internet. Meski begitu melalui serangkai percobaan akhirnya Nasrudin kokoh sebagai peternak lele mumpuni.
Bisnis Sosial
Dia selalu mencari tahu perihal budidayanya. Sampai suatu saat ia akhirnya menemukan kunci suksesnya. Kunci sukses yang masih diburu para pembudidaya lele sekarang. Nasrudin menemukan kunci pakan herbal untuk lelenya.
“Mereka, para peternak lele beraninya di dalam ruangan. Kalau saya enggak. Di lapangan yang terkena hujan, suhu dingin atau panas, lele saya enggak mati,” kata Nasrudin.
Waktu itu karena lele itu belum bernama, banyak orang bertanya kepadanya. Setengah bercanda ia pun lalu menyebut “Sangkuriang”. Alasannya waktu itu karena tempat lelenya dibudidaya terkenal akan satu legenda, legenda Sangkuriang.
Kian hari nama Nasrudin kian meroket. Berbagai lembaga lantas berdatangan untuk mendukungnya. Mereka antara lain dari Balai Budidaya Air Tawar (BBAT), Dirjen Kelautan dan Perikanan, Penyuluh, Penyuluh kecamatan Megamendung, serta beberapa lembaga lainnya.
Akhir tahun 2003, Departemen Kelautan dan Perikanan mengundang Nasrudin untuk mengisi seminar lele Sangkuriang. Dia berbicara dihadapan peserta dari 28 provinsi.
Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS, yang kala itu menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan turut hadir meresmikan nama “sangkuriang” sebagai salah satu nama jenis lele. Menurutnya jenis lele ini mampu menghasilkan telur lebih banyak. Bisa menghasilkan 40 ribu- 60 ribu butir telur/kg.
Lele Sangkuriang berbeda dengan lele dumbo yang menghasilkan 20 ribu- 30 ribu butir telur/kg. Ia menambahkan lele ini relatif tahan terhadap penyakit. Lele Sangkuriang mampu meredam serangan beragam bakteri.
“Benih lele sangkuriang dengan ukuran 7 – 8 cm hanya memerlukan waktu sekitar 50 hari untuk mencapai panen, sedang lele dumbo mencapai tiga bulan,” tambahnya.
Selain itu, Nasrudin menambahkan kandungan protein lele Sangkuriang sangat tinggi, rasanya gurih, dan tidak amis. Bahkan ada beberapa orang menyandingkan rasanya dengan udang yang berkualitas. Masyarakat pun sangat tertarik mengkonsumsi lele Sangkuriang.
Tak heran permintaan akan ikan ini melonjak. “Pemasaran lele sangkuriang masih luas, kebutuhan Jabodetabek 200 ton perhari. Belum termasuk kebutuhan olahan lainnya dan ekspor,” tutur Abah, sapaan akrab Nasrudin.