Pengusaha mainan edukasi Ari Bayat memang hobi berdagang. Dia tak pernah berhenti bermimpi walau gagal. Apakah impiannya, dalam satu postingan blog pribadinya, ia menulis “membuat produk sendiri yang membanggakan di negeri sendiri”.
Kenapa produk kita miliki berasal dari luar negeri. Dimana para ahli mesin kita, dimana uang pengusaha kita, jangan mau kita dijadikan antek- antek asing, tegasnya. Ari yang mencintai anak- anak ingin menciptakan mainan sendiri.
Mainan yang edukatif akan membangun manusia indonesia. Lalu berdirilah toko mainan anak bernama Arba Makmur, berdiri berkat jeri payah pemuda tersebut. Usaha yang terletak di Jalan Raya Pondok Gede, Bekasi, tak jauh dari Monumen Pancasila Sakti.
Hobi Berdagang
Aneka mainan edukatif yang berbahan kayu dipajang. Dimana kamu bisa beli secara eceran. Fokus usahanya saat ini adalah produk untuk pesanan sekolah dan proyek pengadaan pemerintah. Kegigihan bisnis seorang Ari tak terlepas dari gemblengan orang tua.
Jiwa entrepreneurship yang tak terasa terpati dalam jiwanya. Dimulai dari kelas sepuluh, ia sudah berjualan es lilin sendiri di musim sadranan. Dia berjualan disekitar rumahnya. Persaan bangga itulah dalam dirinya selalu.
Tak ada rasa malu sama sekali. Dia itu sosok yang senang berdagang saja. Ada perasaan bangga saat jualannya habis katanya.
Ketika anak lain bermain di sela libur sekolah panjang. Apakah yang dilakukan Ari? Dia, yang masih SMP, sudah bekerja mencetak batu bata. Begitu pagi tiba tubuhnya sudah bergulat dengan tanah merah. Dia mulai mengaduk- aduk bahannya, diaduk hingga jadi adonan.
Lalu, adonan itu dicetak lantas dimasukan ke bara api. Batu batanya dibakar sampai jadi. Jika hasilnya bagus maka bisa laris dijualnya. Hasil uangnya kemudian digunakan untuk membeli sepatu.
Itulah Ari Bayat, sosok entrepreneur sejati. Disaat liburan pas masa SMA, pengusaha muda tersebu tak malu berjualan es krim berkeliling dari gang ke gang. Berjualan jauh dari kampung ke kampung, dari daerah Makam Haji hingga Jongke di Kota Solo.
Untuk berjualan es krim saja ia sudah bangun sangat pagi di pagi buta. Dia merebus air, memarut kelapa, dan memprosesnya jadi es krim. Ari berjualan hingga jam sembilan malam. Sungguh pengalaman panjang menjadikan sosoknya yang sekarang.
“Padahal saat itu saya tidak disuruh orangtua. Semua itu saya lakukan karena niat saya yang kuat untuk bisa mandiri,” ujar Ari mengenang. Hobinya memang berdagang. Hingga menjadi pengusaha mainan edukasi sukses.
Hobi berdagang juga terbawa hingga ke masa kuliah. Dimulai dari menjual contoh soal -soal ujian masuk ke perguruan tinggi. Ia juga mengkordinasai fotokopi buat satu kelas. Usaha lain juga menjual minyak wangi dan sebagainya. Kegiatan tersebut sangat menyenangkan katanya.
Dengan kegiatan berjualan itu justru ia bisa menambah banyak teman. Jelasnya lagi, melalui usaha tersebut, ia mendapatkan uang untuk memenuhi segala kebutuhan pribadi.
Sayangnya, ia mengaku tak menyeriusi semua bisnisnya hingga lulus kuliah. Dia masih memikirkan bagaimana agar lulus kuliah. Berhubung dirinya kuliah di jurusan perbankan, sehabis kuliah, ia hanya berpikir: selepas ia kuliah ya jadi pegawai bank.
Akhirnya di tahun 1997, Ari resmi lulus kuliah dengan bersusah payah. Saat itu suasana ekonomi tak mendukung. Meski susah, ia terus mengirim surat lamaran ke banyak bank, baik yang ada di kota Solo, Yogya, dan Semarang.
Semuanya ia lakoni tanpa berpikir sekalipun tentang bagaimana jadi entrepreneur. Selama menunggu jawaban ia bekerja dulu di proyek perumahaan di Yogya. Penantian akan lamaran kerja itu ternyata tak menghasilkan. Selama enam bulan jerih payahnya tak terjawab.
Sempat, sesaat ia berpikir untuk menjadi agen koran di suatu daerah. Dia yang tak punya modal akhirnya mengurungkan niat itu. Dia juga masih ragu akan kemampuanya sebagai wirausahawan.
Bekerja di Bank
Alhasil, ia justru nekat merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Kala itu ekonomi keluarga masih lah bagus. Jadilah ia berani merantau ke Jakarta tanpa kenalan. Dia mulai memasukan lamaran satu per- satu ke perusahaan. Dia berani bergeriliya dari pintu ke pintu.
Akhirnya ia bekerja di sebuah bank swasta setelah ia lolos berbagai tes wawancara pada November 1998. Namun, siapa sangka hobinya berjualan malah muncul disela- selanya. Ari bekerja dibagian pusat data kredit. Pertengahan 2000 dia dipindahkan ke daerah Podomoro.
Hobinya berdagang muncul kembali. Usaha barunya didukung oleh kondisi kantor yang strategis. Letak kantornya ada di dekat pabrik yang punya ribuan karyawan. Dia mulai berjualan aneka makanan. Dari keripik belut, ada batik Solo, jagung turbo, dan sebagainya.
Apa saja yang bisa dijualnya. Namun, lagi- lagi, ia tak mau menyeriusi hal itu. Dari berusaha sendiri ia menghasilkan motor melalui kredit. Pada akhirnya ia malah keluar dari kantornya, itu karena proses marger yang terjadi. Dan kini, ia bersyukur menemukan bisnis barunya sekarang.
Semua itu karena kerja kerasnya. Dimulai dari menjual mainan edukatif di hari Sabtu, ketika masih bekerja sebagai seorang pegawai bank. Setiap hari Sabtu, ia mulai berkeliling dari playgroup dan Taman Kanak- Kanak yang berada di sekitar kosannya.
Kegigihan Klaten, Jawa Tengah, ini memang patut diacungi jempol. Dia langsung ambil inisiatif melakukan pendataan nama kepala sekolah, alamat, serta contact person -nya. Begitu datanya dikumpulkan ia langsung menghubungi mereka.
Mulailah ia menawarkan produk mainan edukatifnya ke orang- orang. Ternyata tak disangka- sangka, respon masyarakat terhadap mainan edukatif cukup tinggi. Ari bahkan kwalahan mendapatkan orderan dari pembeli. Semua karena jarak pembuat mainan edukatif itu sangat jauh.
Kondisi inilah yang membuatnya berpikir memproduksi mainan sendiri. Dia pun rajin menabung agar hal ini menjadi kenyataan. Selepas menikah Ari memilih pindah ke daerah Taman Mini, Jakarta Timur. Faktor utamanya karena udara yang masih sejuk, selain itu dia karena dekat keramaian.
Disana ada Asrama Haji Pondok Gede yang menyelenggarakan berbagai acara. Salah satunya adanya acara manasik haji yang selalu ramai. Mereka itu Taman Kanak- Kanak dari berbagai sekolah.
Prospeknya ialah pasar yang masih luas. Mainan edukatif pasti akan bisa berkembang pesat. Lalu target pasarnya itu cukup besar. Dia mulai berjualan di daerah Taman Mini. Pelanggan sedikit demi sedikit teruslah bertambah. Produk mainan edukasinya semakin dikenal.
Tahun 2004, ia memberanikan diri mengajukan satu pinjaman ke Bank untuk membuat workshop. Ia gunakan uang itu untuk membeli mesin- mesin. Sampai saat ini, produknya masih menggunakan bahan triplek dan kayu.
Semuanya diproduksi dari mesin- mesin yang ia modifikasi sendiri. Yang terpenting produksinya itu punya standar kualitas, semuanya berjalan baik. Sambil ia berjalan, sambil pula dirinya memperbaiki mesin- mesin yang sudah ada.
Produksinya ditujukan untuk kalangan anak mulai umur dua tahun sampai sembilan bula. Dia pun mulai memproduksi mainan untuk playgroup, TK, dan keperluan anak autis. Usaha yang diberinya nama Arba Makmur juga berbisnis di dunia maya.
Prinsipnya juga termasuk ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi). Jika bicara prospek, bisnisnya akan semakin bergairah jika bulan Mei hingga Agustus. Disele- sela lesunya usaha maka ia mengerjakan produk lain. Dia menjelaskan selain memproduksi mainan edukasi.
Dia juga memproduksi kerajinan kayu seperti tatakan piring, gantungan baju, box bayi, kursi dan meja anak serta produk kayu lainnya. Dengan strategi itulah, ia bersama Arba Makmur tetap eksis dan berproduksi.