Gorengan terkenal Cendan mematahkan pandangan orang. Pengusaha gorengan sukses mematahkan bayangan usaha remeh- temeh. Dulu usaha kecil- kecilan yang dianggap tak menghasilkan sesuatu, tetapi siapa sangka bisnis ini bisa berbalik 180 derajat.
Bisnis kecilan juga bisa jadi jutaan bila anda kreatif. Kisahnya, kisah sukses H. Yusuf Amin, pengusaha gorengan Cendana asal Cirebon. Apakah ada hubunganya dengan pohon cendana. Tidak, tidak ada hubungan dengan pohon cendana.
Lalu, apakah berhubungan dengan keluarga cendana. Tentu saja tidak ada hubungan sama sekali. Nama gorengan Cendana tak ada hubungannya dengan pohon cendana. Tidak pula ada hubunganya dengan mereka Keluarga Cendana yang ada di Jakarta. Nama gorengan ini hanyalah istilah yang diberikan oleh masyarakat kota Bandung kepada gorengan olahan H. Yusuf.
Kebetulan penjual gorengan yang satu ini berjualan di Jalan Cendana Kota Bandung. Hanya dalam sehari ia bisa menghasilkan omzet hingga Rp.3 juta. Omzetnya bisa bertambah sampai Rp.4 juta lebih disaat bulan Ramadhan tiba.
Untuk menjajakan gorengan ini, Yusuf hanya bermodal satu gerobak besar dengan saung terpal di pinggir Jalan Cendana. Dia mulai membuka lapaknya dari pukul 3 sore sampai pukul 9 malam. Dia dibantu 10 orang yang didatangkan dari kampung halamannya.
Selama enam jam berjualan Yusuf akan membutuhkan 1 kwintal pisang tanduk, 2000 tahu, 75 kg tepung terigu, 45 kg ubi, 4 kg kacang hijau, 40 butir nanas serta 10 lonjor tempe. Semua dimulai ketika ia menikahi seorang gadis di kampung halamanya di Cirebon.
Pemuda yang tak tamat SD ini menikahi seorang gadis bernama Sumarni. Orang tuanya serta merutuanya hanyalah buruh tani kala itu. Sehingga pria kelahiran 11 September 1952 ini ikut membantu di sawah. Setahun kemudian kemarau panjang melanda desanya.
Apalagi ditambah sang istri yang tengah hamil tua. Yusuf harus melakukan sesuatu. Ia lantas merantau ke Bandung dengan berat hati meninggalkan istri. Disana, di Bandung, ia tinggal bersama kakak sepupunya bernama Maripah di daerah bernama Cihaurgeulis.
Dengen bermodal gerobak pinjaman dimulailah perjalanan bisnisnya. Usaha yang dimulai dengan berdagang sekoteng hangat. Setiap malamnya usai sholat Isya, Yusuf mulai menjajakan dagangannya sambil mendorong gerobaknya.
Dia mendorong dari satu daerah ke daerah lainnya yang jaraknya puluha kilo. Pukul 02:00 dini hari Yusuf barulah akan pulang ke rumah. Setelah anaknya berusia delapan bulan, ia mengajak istri dan anaknya ke Bandung. Mereka masih tinggal di tempat yang sama di Cihaurgeulis.
Yusuf menggunakan uang hasil berjualan sekoteng untuk menyewa tempat. Hanya cukup untuk menyewa bekas jongko pasar. Meski sebenarnya tak layak huni, mereka tetap bertahan bersama sebagai keluarga.
Sisa uang hasil sekoteng digunakannya untuk membeli gerobak sekoteng milik temannya itu. Dua tahun sudah ia berjualan sekoteng, namun tidak menghasilkan sesuatu untuk keluarga kecilnya. Itu tak menghasilkan kesejahteraan mereka. Dia kembali memutar otak mencari cara.
Dari sebuah ajakan temannya, H. Yusuf Amin membuka usaha gorengan pertamanya di tahun 1977. Sebuah gerobak gorengan yang dibelinya seharga Rp.67.500. Dia memulai usahanya di Jalan Ciliwung, Bandung. Sayang, usahanya itu hanya bertahan satu malam.
Pengusaha Gorengan Sukses
Alasannya menutup jualannya di Jalan Ciliwung mungkin terdengar menggelikan. Yusuf tak tega berjualan di sana ketika ada seorang ibu yang juga berjualan gorengan. Setelah berkeliling Kota Bandung, barulah Yusuf menemukan tempat di Jalan Cendana.
Bersama istri tercinta dan anaknya yang barulah dua tahun, Zackia Yamani, mereka bersama membangun usaha gorengan mereka disana. Yusuf menjadi bersemangat karena dukungan keluarga. Dia membuka lapaknya selepas menunaikan sholat Dzuhur hingga pukul 10 malam. Meski awalnya selalu mengalami kerugian tak membuatnya berhenti.
Alhasil dia berhasil mengumpulkan untung. Tahun demi tahun usaha Yusuf berjalan dengan berbagai halang rintang. Dia tetap belajar. Bisnisnya pun dikenal, masyarakat menamai gorengannya Cendana. Gorengen Cendana pun dikenal oleh masyarakat luas.
Tak ada resep rahasia dalam gorengannya. Hanya ada ketekunan dan selalu menjaga kualitas serta cita rasa. Akhirnya dia sukses mebawa nama gorengan Cendana menjadi terkenal. Gorengannya digemari tidak hanya orang biasa, juga mereka para anggota DPRD Jawa Barat membeli gorengannya.
Yang paling spesial dari jualannya adalah gorengan pisang. Paling nikmat untuk menemani rapat- rapat di malam hari. Singkatnya nama dari gorengan Cendana ini membawa hoki.
Tidak hanya orang biasa, pejabat juga menyukainya. Mereka bahkan rela antri untuk mendapatkan gorengan panas yang baru. Apalagi di bulan Ramadhan. Gorengan Cendana ini pun digemari mereka para pendatang asal Jakarta dan Surabaya.
Apalagi media masa membantu mengisahkan perjuangan si empunya. Apa yang membuat gorengan Cendana berbeda ialah warnanya yang coklat keemasan. Gorengannya tak menyerap banyak minyak. Gorengan ini juga terasa lebih renyah.
Selain pisang goreng, tempat ini juga menyediakan jajanan lain khas Sunda, seperti tahu isi, combro, ada juga gorengan kacang hijau, gorengan nanas, serta gorengan tempe. Waktu terakhir jualannya itu dijual seharga Rp.600 rupiah. Berkat ketekunan dan kesabaran ia membuahkan hasil.
Bulan Oktober 1983 atau sudahlah enam tahun setelah berjualan jajanan gorengan, Yusuf akhirnya mampu membeli sebuah rumah sederhana dari tabungan. Dalam kurun waktu lima tahun kemudian, Yusuf Amin beserta istrinya telah berangkat ke Makkah untuk menunaikan rukun Islam ke lima.
Sekarang H. Yusuf telah memiliki 5 buah rumah. Satu rumah ia dedikasikan untuk kepentingan umat dengan membuat Majelis Taklim ibu-ibu yang berasal dari Cirebon. Sisanya untuk anak-anak, serta karyawannya yang kini sudah mencapai 10 orang.
Empat anaknya, ia kuliahkan hingga jenjang perguruan tinggi. Dua diantaranya sudah menjadi dokter umum. H. Yusuf membuatkan rumah untuk orangtua dan mertuanya di Cirebon, lalu memberangkatkan mereka ke Makkah.