Kisah Ratu Tisha Sekjen PSSI yang memang mencintai bola. Taukah, selain pelatih dan tim kesehatan Timnas U- 19, ternyata ada sosok lain dibalik kesuksesan mereka. Ratu Tisha Destria, bertuju orang menjadi suatu tim bekerja sama.
Mereka mendedikasikan hidup mereka untuk mengukur performa tim nasional. LabBola.com, bagi anda mungkin terdengar asing. Dalam halaman situsnya, LabBola menawarkan data stastitik dari setiap laga yang ada. Bukan hanya U- 19 secara spesifik tapi untuk sepak bola nasional secara luas.
Sebuah lembaga yang menawarkan data live performance, video statistic, dan after match analysis.Awalnya, mereka yang ada di dalam, ditunjuk oleh kepala Badan Tim Nasional (BTN). Mereka diajak untuk membuat data statistik untuk timnas untuk persiapan AFF 2014.
Karir Ratu Tisha
Bukan terdiri dari orang sembarangan, tapi mereka adalah orang yang jado dalam sepak bola. Salah satunya Ratu Tisha Destria, salah seorang dari tim ini sekaligus wanita satu- satunya. Tisha sendiri baru sebulan di Jakarta setelah mengikuti program beasiswa untuk FIFA Master di Eropa.
Dia bersama Hardani Maulana, Tisha merupakan co-founder LabBola.
“Dari LabBola ini saya bisa mendapatkan beasiswa ikut program FIFA Master setelah di tahun sebelumnya saya gagal,” ujarnya.
Darah wanita 29 tahun ini sebenarnya jauh dari sepak bola. Tidak ada keturunan atlet olah raga tertentu pula. Namun, minat alumnus Jurusan Matematika Institut Teknologi Bandung (ITB) ini memang ada pada sepak bola, bahkan jauh disaat masih sudah sejak SMA.
Ia membangun tim kecil- kecilan bersama Hardani. Dimana Hardani jadi pemain dan Tisha menjadi manajernya. Lalu, dari situ Tisha mulai mengurusi kompetisi bahkan hingga ke akar- akarnya.
Profesional manajer mungkin cocok disematnya dalam kerasnya kompetisi olah raga satu ini. Semakin yakin ia diajak Persib dan Asosiasi Provinsi PSSI Jabar untuk bekerja sama dalam mengatur kompetisi. Setelah lulus dari ITB pada 2008, dia langsung menginisiasi berdirinya LabBola.
FIFA Master sendiri merupakan program yang disponsori oleh FIFA. Tujuannya yaitu sebagai bagian dari pengembalian keuntungan 90% untuk sepakbola sendiri. Tisha menjalankan program selama 10 bulan. Apa saja yang dilakukannya di sana.
Dia belajar apsek non- teknis di bulan pertama di Inggris. Lalu, ia akan juga belajar aspek psikologis. Mempelajari seluk beluk pengelolaan dan industri sepak bola.
Tisha juga diajarkan pengelolaan liga, sekolah sepak bola, dan segala hal mengenai aspek bisnisnya. Terkahir ia mendapatkan pelajaran mengenai tata tertib, penegakan hukum dan standarisasi. Perjalanan yang dimulai dari Inggris, Italia, dan terakhir ke Swis. Tisha merasakan perjalanannya sangat berkesan.
“Saya pernah mencoba untuk ikut tes pada 2011 tetapi gagal. Namun pada 2012 saya mencoba lagi ternyata gagal juga, dan akhirnya 2013 ini saya diterima untuk mengikuti program tersebut,” ucapnya antusias.
Pada tahun 2011, ia pernah mengikuti program Football MBA dari Liverpool. Sayangnya, waktu itu dia yang tak mendapat bantuan pemerintah, tak jadi ikut. Sementara untuk kegiatan FIFA Master ini, ia mendapatkan bantuan dari LPDP Kementrian Keuangan.
Keberhasilannya berkat ketekunannya dalam menggarap badan LabBola.Tisah mempunyai cita- cita ingin sekali mengintegrasikan pembinaan sepak bola di tiap- tiap daerah secara berjenjang.
Di FIFA Master, Tisha menadapatkan pelajaran intensif di tiga universitas yang digandeng CIES. Dalam perjalanan satu bulan dia mengunjungi De Montfort University di Leicester (Inggris), SDA Bocconi di Milan (Italia), dan Universite de Neuchatel di Neuchatel (Swiss).
Ketiga universitas itu punya perbedaan bidang masing- masing. Dari tempat- tempat itu ia mendapatkan pandangan baru tentang sepakbola.
Gadis asli Jakarta, 30 Desember 1985 ini, memang berkecimpung hanya pada riset, stastistik, serta proyek keilmuan untuk sepakbola. Dia sendiri secara terang- terangan mengaku tak bermain sepakbola. Tapi, dia pernah menjadi manajer sepakbola dimasa SMA.
“Bisa dibilang, basis market di Indonesia ini sudah jadi sehingga punya step ahead ketimbang negara-negara di Eropa misalnya. Dengan massa yang sudah ada, strategi marketing harus dapat dirombak habis. Yang paling mendasar adalah mengubah sistem marketing tidak lagi ownership, tapi lebih ke partnership,” bebernya.
Untuk sementara apa yang dilakukan olehnya ada pada LabBola. Dia belum berpikir jauh untuk menjadi konsultan klub- klub sepakbola. Menurutnya sepakbola di Indonesia bisa lebih dijual dari pasar sepakbola kawasan Asia khususnya Asia Tenggara.
Namun, untuk sementara ia bekerja sama dengan PSSI dan PT. LI (Liga Indonesia) hanya sebatas memberikan data analisis saja. Kedepan PT. LI juga berminat mengajak tim Tisha untuk mengembangkan kompetisi.
Fokusnya ada pada liga di 2015. Saat ini, LabBola tengah sibuk melakukan berbagai workshop untuk klub- klub dalam liga. Menurut Sekertaris PT. LI, Tigorshalom Boboy, Tisha dan timnya bisa meningkatkan grade kualitas pengelolaan klub.
Sebab, Tisah sendiri sudah dibekali program FIFA Master dalam segala aspek di football development. Dia menambahkan ingin mengembangkan youth- development dan aspek- aspek bisnisnya.
Majunya Ratu Tisha memang bukan sekedar mencalonkan diri. Dia memang memiliki banyak bekal dalam dunia bola. Serangkaian fit and proper test dilakukan hingga dirinya, bersama Rudolf Yesayas, Alfian Papatria, Alief Syachviar, dan Norman Tri Aprianto. menjadi calon.
Banyak orang beranggapan semenjal awak dirinya mamang jadi. Walau terkesan seremoni namun rangkaian seleksi tersebut sah. Karena pada dasarnya, hak memilih adalah Ketua PSSI, yang saat itu dijabat Edy Rahmayadi.
Dia pun mengundurkan diri setelah 2017- 2020. Tidak sedikit pencapaian didapatnya ketika menjabat dulu.