Nama Sosrodjojo memang identik dengan minuman teh. Namun anak pengusaha Sosrodjojo berikut memilih jalan lain. Dia malah memilih berbisnis software. Indra Sosrodjojo merupakan anak tertua dan veteran berbisnis software.
Meniti Karir
Dunia software mungkin telah direngkuh tanpa melupakan diri. Indra memilih untuk melanjutkan kuliah ke Amerika Serikat. Indra lantas memilih jurusan administrasi bisnis di Bridgeport University, Connecticut. Pria murah senyum itu kemudian lulus lantas kembali ke Indonesia.
Tidak mengembangkan karir, begitu Indra pulang di 1985, langsung membuka perusahaan perangkat lunak. Berdirilah usaha bernama PT. Grahacendikia Inforindo, yang memberikan jasa perencanaan sistem, konsultasi manajemen, dan software house.
Dibanding usaha lain maka software house menjadi paling laku. Oleh sebab itu, di 1991 bagian divisi software memperkenalkan unti usaha Andal Software. Mereka membuat software sebagai core bisnis sejak 1992. Grahacendikia fokuskan kepada produksi masal software masal keperluan perusahaan.
Sotware itu antara lain aplikasi sumber daya alam, sistem penggajian, dan perpajakan. Software Andal telah memilih citra sendiri diantara perusahaan klien. Tidak kurang mereka memiliki 100 klien meliputi usaha bidang pertambangan, garmen, hotel, manufkaturing dan lain- lain.
Produk terlaris adalah Andal Kharisma 2011 dan Andal Paymaster 2011. Perkembangan sangatlah fantastis meski masih kalah. Indra menyadari perjalanan masih panjang. Kita masih lebih percaya akan software buatan asing.
Anak sulung pengusaha Sosrodjojo meyakini masih banyak peluang. Impian besar Indra ialah agar menjadikan industri peranti lunak lokal berjaya. Dia mendorong pemerintah agar peranti lunak lokal menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Pemerintah diharapkan menjadi pemasar peranti lunak buatan lokal. Di Malaysia sendiri, ia memberi contoh, ada badan khusus Multimedia Super Coridor (MSC). Badan asal Malayasia tersebut dibentuk untuk melakukan penelitian dan pemasaran software lokal.
Pemerintah Malaysia juga menjalankan usaha layaknya India dan China. Dimana mereka mendirikan software park. Di sini, membuat semua sumber daya menjadi murah, mulai dari koneksi internet, sumber daya listrik, pembinaan industri agar murah dan mudah.
Hitungannya di Indonesia saja, pengeluaran biaya IT 2015 mencapai 10,2 miliar dollar atau setara 91 triliun rupiah. Pertumbuhan mencapai 18% pertahun, lebih besar dibanding pertumbuhan industri apapun.
Dia melanjutkan ada total 200 perusahaan tumbuh di Indonesia. Indra berharap mampu menyerap pasar yang tumbuh drastis tersebut. Dia memang tidak sendiri namun tetap optimis. Sekarang ia lebih memfokuskan menggarap software payroll setidaknya 3- 4 tahun kedepan.
Pemain bisnis payroll mencapai 100 perusahaan, dimana pengguna masih 200 dari industri terbatas di manufaktur. Total potensi masih mampu digarap mencapai 2000 perusahaan. Dari sana saja Indra bisa menargetkan 500 klien baru.
Andal Software memiliki visi “Helping Other Grow” mendorong pengusaha muda. Indra mengajak mereka merintis usaha perangkat lunak. Indra pun meluncurkan buku berjudul “Riding the Wave: Strategi ANDAL Menaklukan Industri Software”.
Ia membuka rahasianya melalui buku berharap perubahan. Indra sangat peduli akan pertumbuhan di industri perangkat lunak. Dia ingin memperbesar pasar peranti lunak. Indra menyadari akan lebih mudah bila bermain di pasar besar, dibanding belum tumbuh.
Sementara dia menjelaskan tidak khawatir akan persaingan. Karena dia percaya Andal Software tidak akan ditiru perusahaan lain. Andal pun akan tumbuh lebih ke depan didepan perusahaan baru. “Jadi, seperti sebuah iklan, siapa takut?” celetuknya.
Benar sudah perusahaan software baru mulai berkembang. Indra telah menjadi sosok sesepuh bisnis softwar lokal. Andal Software sendiri telah terbang tinggi melalui software paket. Dia telah mampu menjual ke seluruh perusahaan bergengsi tanah air.
Membangun Perusahaan
Darimana Indra memiliki modal membangun Andal Software. Semua itu bermula dari usaha kursus komputer pada 1988. Dia menyadari bahwa bisnis kursus akan ditinggal. Indra lantas mendirikan satu perusahaan Grahacendekia Inforindo, yang lebih dikenal akan produknya Andal Software.
“Modalnya dari usaha kursus komputer,” tuturnya.
Awalnya dia membuka usaha pembuatan peranti lunak pesanan. Cukup menguntungkan karena dia membuat sesuai pasaran. Indra lantas membuat software dijual secara masal. Ia menggandeng Alex Media Komputindo sebagai pemasaran.
Pendapatan penjualan tunggal banyak menumbuhkan optimisme. Pembeli banyak lambat laun malah menjadi buntung. Konsep pesanan berdasarkan permintaan menyusahkan. Pelanggan makin banyak namun pekerjaan keteteran.
Bukannya untung malah banyak software buatan terkendala. Sebab, konsep tersebut berarti memberi layanan ekstra ke konsumen. Sementara mereka harus menunggu lama, menjadi tidak sabaran, dan mulai melayangkan protes.
Banyak pelanggan memutuskan kontrak tidak jadi membeli. Indra harus legowo karena konsep bisnis miliknya memang begitu. Praktis perusahaan baru tersebut membukukan untung nol pada 2002. Dia padahal memiliki kewajiban membayar karyawan.
“Saat itu, saya boleh dibilang habis. Saya rugi besar,” kenangnya. Nilai kerugian ditanggu sampai angka miliaran rupiah.
Dia kehilangan aset pribadi mulai dari ruko, mobil, dan lainnya. Ia bahkan hampir menutup usahanya ini karena putus asa. Dua hal membuat Indra bertahan bahkan tanpa meminta bantuan: Pertama ialah dia memiliki karyawan yang sudah lama bekerja.
Kedua orang disekitarnya memberikan optimis dan saran. Indra bangkit membuat produk baru. Yakni produk Paymaster di tahun 2004 silam. Indra tidak lagi menyasar penjualan perorangan. Melainkan ia menyasar perusahaan. Hasilnya bisnis Indra lebih stabil dibanding dulu.
Kegagalan mengelola perusahaan menjadi peluang pembelajaran.
“Dulu, saya hanya mempelajari teori manajemen bahwa orang itu harus dikontrol, dikasih target, dan diawasi. Tapi, ternyata dengan begitu kreativitas mereka malah berhenti,” ujar dia.
Dia belajar bahwa pekerjaan tidak bisa begitu. Orang tidak bisa bekerja sekaligus apalagi dibawah tekanan. Pembalajarannya adalah mendistribusikan pekerjaan ke masing- masing. Indra lantas ajak berdiskusi semua karyawannya.
Dia lebih santai. Pekerjaan menjadi lebih ringan walau permasalahan akan masih. “Saya lebih santai sekarang. Beban saya jauh lebih ringan walau permasalahan masih ada,” kata dia. Ke depan, Andal diharapkan menguasai 30% pasar lokal, dan menargetkan pasar Asia Pasifik kemudian.
Indra semenjak kecil dalam kehidupan nyaman. Saat remaja, ia mulai memikirkan mengenai semua kehidupan ini. Pandangan kritisnya terus berkembang mengenai kehidupan. Lulus kuliah, Indra tidak memikirkan keperluan hidup, nyaman karena semua kebutuhan diberikan orang tua.
Indra sendiri menyadari sejarah Sosrodjojo membangun bisnis. Dia terobsesi akan memulai semua usaha dari nol. Perjuangan mereka berbanding terbalik semua kemudahan Indra dapat. Pendidikan sangat terpenuhi bahkan Indra bisa kuliah sampai keluar negeri.
Dia memang tidak perlu pusing memikirkan uang. Namun akhirnya, malah membangun usaha kursus komputer ketika berkuliah dulu. Inilah cikal bakal sang anak pengusaha Sosrodjojo. Dia menolak kenyamanan dan merintis usaha dari nol.
Indra mengingatkan rasa nyaman akan membunuh kreativitas. Dan tidak semua kenyamanan datang dari semua kebutuhan terpenuhi. Rasa nyaman bisa datang bahkan dalam kesulitan hidup. Indra terus memacu melepaskan diri dari rasa nyaman agar tumbuh.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.