Petani Sawit Binaan Asian Agri Sukses Transmigrasi

Komentar · 59 Tampilan

Kisah usaha berikut merupakan mimpi orang sukses transmigrasi. Tidak mudah, namun Sunarto sukses menjadi petani binaan Asia Agri. Perusahaan sawit besar tersebut mengajak Sunarto menjadi mitra. Ia menjadi petani plasma mereka.

Kisah usaha berikut merupakan mimpi orang sukses transmigrasi. Tidak mudah, namun Sunarto sukses menjadi petani binaan Asia Agri. Perusahaan sawit besar tersebut mengajak Sunarto menjadi mitra. Ia menjadi petani plasma mereka.

Mengirim semua hasil panen ke perusahaan tersebut setiap panen. Sunarto selain mendapatkan harga bagus. Ia juga mendapatkan bimbingan dan bantuan modal. Tidak terbayangkan bahwa transmigrasi benar- benar nyata.

 
Pemerintah selalu mengatakan transmigrasi merubaha nasib. Sunarto sedikit banyak mempercayai ujaran pemerintah tersebut. Pada 1991, dia pun memboyong keluarganya menjadi transmigran lewat program desa.
 
Sekeluarga ditempatkan di Desa Buatan, Kabupaten Siak, dan mengatakan tidak mudah. Jujur tiga tahun pertama baginya sangat sulit. Sekeluarga diberikan kail untuk memancing ikan langsung di lautan. Dia langsung diharuskan bekerja menjadi petani ketika setiba di sana.

 

 Sukses Transmigrasi

 
Pembelajar semua dilakukan melalui praktek langsung. Sunarto tidak langsung mendapat tanah. Ia melainkan diharuskan bekerja dahulu. Dia menjadi petani sawit binaan pemerintah dahulu. Gajinya sekitar Rp.30.000 untuk 20 hari kerja.
 
“Saya diupah Rp 1.500 per hari, dengan perhitungan kerja selama 20 hari maka sebulan saya hanya ” mendapatkan Rp 30.000,” tuturnya kepada Kompas.
 
Tiga tahun bekerja memberinya hadiah berupa tanah garapan. Hidup di tengah hutan, jauh dari dunia perkotaan dan benar- benar sekeluarga tinggal di tengah hutan. Ayah dua anak tersebut memiliki cita- cita sejahtera semenjak merantau dari Salatiga.

 

Sang istri sempat meminta pulang karena tinggal di pelosok. Tidak ada infrastruktur apalagi hiburan bagi keluarga. Sunarto meyakinkan bahwa semua hanya sementara. Untuk mengisi uang selain jadi buruh lepas, Sunarto menyulap lahan pekarangan rumah menjadi kebun sayur.

Tahun 1995 Sunarto mendapatkan kompensasi 2 hektar tanah garapan. Krisis moneter 1997 malah membuat Sunarto gembira. Pasalnya harga sawit naik menjadi Rp.500- 700.

Berkat krisis moneter, dirinya dan petani sawit lain mendapatkan untung lumayan, dan bisa membeli motor dan rumah. Dua hektar lahan tersebut hasilkan keuntungan Rp.3 juta perbulan. Sekarang dia memiliki 12 hektar lahan kelapa sawit.

“Tiap bulannya saya dapat Rp.18 juta,” Sunarto senang. Dia merupakan sedikit dari banyak petani sawit binaan Asian Agri.

Perusahaan perkebunan sawit terbesar tersebut mempercaya kinerja Sunarto. Perusahaan yang besar memiliki 10.928 kebun plasma sawit dan 3.997 petani binaan dibawah 12 KUD. Berkat Pak Sunarto menjadi binaan, maka pasokan bibit dan pupuk berkualitas disediakan.

Pasokan bibit serta pengolahan diberikan gratis kepada petani. Asian Agri mewajibkan mereka nanti menjual kepada mereka. Pada 2005, dia bersama rekan seluruh KUD di Buatan telah mendapatkan pelatihan. Mereka mendapat sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Dulu Sunarto akan membakar batang kering buat membuka lahan. Kini mereka sudah menyadari membakar tidaklah benar. Mereka sadar berkat penyuluhan standar bertani sawit ramah lingkungan.

Ke depan, petani di Buatan menggunakan pupuk alih- alih bakar batang kering. Mulai dari berkebun, pemupukan, penggunaan alat keselamatan, dan cara memanen menggunakan standar RSPO ini. Dan hasilnya produktifitas lebih baik dan sawit mudah dijual karena berstandar.

“Asian Agri mengajarkan saya bagaimana menanam sawit, ” kenangnya. Harapan hidup keluarga dari Sunarto sudah nampak membaik.

Tahun 1996, dia diangkat menjadi ketua kelompok tani selama setahun. Dia ikut KUD selepas dari kelompok tersebut, dan menjadi ketua tani yang mendata buah- buahan. KUD tempatnya memiliki tidak kurang 500 kepala keluarga dan 1000 hektar lahan.

Ia membayangkan bahwa tanpa Asia Agri semua tidak tercapai. Dia mungkin akan terseok- seok untuk mengelola sendiri. Asian Agri memang beda dibanding bertani sawit menjual sendiri. Bahkan nih, Sunarto mendapatkan kesempatan ikuti studi banding dalam maupun luar negeri.

Dia pernah keluar negeri seperti Malaysia dan China. Asian Agri memberikan bimbingan ketat buat Sunarto. Diusia ke 49 tahun, dirinya masuk usia pensiun dan telah menjadi petani sukses. Dia sudah bisa beli rumah lebih besar, kendaraan, dan memenuhi kebutuhan sehari- hari.

 

Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Komentar