Pernah Miskin Mau Makan Susah Kini Pengusaha

Yorumlar · 132 Görüntüler

Dulu, dia pernah miskin, bahkan mau makan susah karena tidak punya uang. Kini pengusaha opak yang hasilkan omzet rata- rata 30 juta. Lailatin Afiffah (36) dan keluarganya pernah berhutang beras untuk makan sehari- hari. 

Dulu, dia pernah miskin, bahkan mau makan susah karena tidak punya uang. Kini pengusaha opak yang hasilkan omzet rata- rata 30 juta. Lailatin Afiffah (36) dan keluarganya pernah berhutang beras untuk makan sehari- hari. 

 
Tapi kini, dia merupakan pengusaha sukses berkat jualan camilan opak. Warga Dusun Srimulyo, Kliber, Mojotengah, Wonosobo, yang tak menyangkan begini. Karena ekonomi susah dia sama sekali tidak berpikir sukses.
 
Kehidupan Afiffah bekerja buat bertahan hidup. Ekonomi keluarga begitu sulit, namun suatu hari malah terkena masalah melebihi batasan. Masalah tersebut apalagi kalau bukan mengenai kesehatan anak. Dia terkenang terpaksa berhutang untuk imunisasi anak.

 

Orang Miskin

 
Awal kehidupan rumah tangga sudah diderita kekurangan. Ekonomi mereka rendah bahkan cuma sisa uang Rp.3000 di dompet. Padahal anak ketiganya harus melakukan imunisasi segera. Ia yang peduli kesehatan anak harus berjuang.
 
Afiffah sempat lantas berhutang beras ke tetangga. Kendati sulit, dia pantang menangis dan mengeluh di hadapan suami. Ia tak mau mengeluh urusan dapur. Afiffah tak mau membebani dan menambah pusing sang suami. 
 
“Saya tak ingin mengeluh urusan dapur di depan suami…. Jadi, saya tetap berupaya mencari solusi sendiri,” jelasnya.
 
Tidak punya uang namun harus memastikan kesehatan sang anak. Dia sempat menangis berdoa ke Allah. Afiffah meminta tolong kepada -Nya karena terdesak. Pertolongan apa saja, dari siapa saja, asal dia bisa menyelesaikan masalah dapur dan kesehatan.
 
Tidak lama berselang tiba- tiba seekor burung datang masuk ke rumah. Burung entah milik siapa, langsung masuk ke ruang tamu dan bertengger di atas meja. “Ya, memang aneh. Barangkali karena kala itu dinding rumah saya masih berlobang- lobang (yang terbuat dari anyaman bambu),” tuturnya.

 

Aneh memang walaupun memungkinan burung nyasar, tetapi kemungkinan langsung bertengger di atas meja mustahil. Kalau tidak ada kehendak Allah mana mungkin begitu. Afiffah meyakini bahwa burung ini adalah doanya kepada Allah Ta’ala.

Dan ternyata benar, begitu ditangkap sang suami kemudian dijual harganya lumayan. Burung yang berjenis anis laku terjual sampai Rp.100 ribu. Uang itu dipakai membayar hutang beras tetangga. Saat itu pertama kalinya Afiffah menangis dihadapan suami.

Berawal kisah tersebut membuat Afiffah makin meyakini perubahan. Ia semakin rajin berdoa kepada Allah SWT. Afiffah pun mendorong sang suami lebih bersemangat bekerja. Suaminya, selain bekerja menjadi tukang bangunan, bila sepi juga mulai mengerjakan pembuatan perabotan rumah tangga.

Suami sambilan membuat kursi, meja, lemari, dan kusen pintu/ jendela. Selain dia membuat aneka barang rumah tangga, juga menerima jasa reperasi. Silih berganti orang datang membetulkan prabot kayu yang rusak.

Ditengah kondisi perekonomian yang mulai positif membaik. Masalah kembali mendatangi pasangan suami istri ini. Rumah mereka kecurian sampai semua alat pertukangan kayu suami diambil. Total kerugian mencapai Rp.1,7 juta.

Ironis perlengkapan pertukangan tersebut ternyata berstatus hutang. Rumah yang bertembok bambu tersebut memang banyak celah. Loba- loba tersebut dimanfaatkan pencuri mengambil peralatan kayu itu. Tanpa alat pertukangan maka otomatis sang suami menjadi pengangguran.

Beruntung pasangan suami istri ini malah menemukan ide bisnis. Mereka memutuskan berjualan opak singkong. Semua bermula ketidak sengajaan ketika dipesani opak oleh adik Afiffah. Sang adik meminta diambilkan opak 15 kg seharga Rp.85 ribu.

Adiknya berumah di berbeda kecamatan dengan Afiffah dan penjual opak. Afiffah diminta membawa opak yang dijanjikan dibayar. Namun ketika dia menemui sang pembuat opak malah kosong. Dia pergi dan opaknya tidak bisa diambil.

Karena sudah keburu waktu, Afiffah memilih improfisasi dengan memilih mengambil opak di tempat lain. Nah, inilah malahnya, si pemilik opak merasa dirugikan karena sudah dijanjikan akan dibayar. Ia kecewa akan Afiffah karena berharap opaknya dibeli.

Masalah tersebut diselesaikan dengan Afiffah mengganti rugi. Ia terpaksa membeli opak bermodal pinjaman. Afiffah kasihan kemudian membeli opak- opak tersebut. Setelah dibeli, opak tersebut lalu dikemas berbagai ukuran, lantas ia mengajak suami berkeliling menjajakan.

Sungguh diluar dugaan opak tersebut laku keras bahkan untung. Opak seharga Rp.85.000 malah bisa untung sampai Rp.55.000.

Rahasia Sukses

Pernah miskin mau makan susah sekarang pengusaha. Afiffah mereguk untung dengan bermodalkan kemasan. Opak kucai nikmat berjejer rapih dipajang di pusat oleh- oleh. Bermerek Afiffah dengan berat 3,5 ons dijual seharga Rp.5000 perbungkus.

Sejak dua tahun lalu, bersama lima pengrajin opak di kampungnya, Afiffah agresif berproduksi dan memasarkan kemana- mana. Awalnya mereka menjual produk opak tanpa kemasan. Afiffah lantas mencari celah agar semakin laku.

Afiffah mulai mempelajari kebutuhan konsumen. Dalam konsepnya bahwa orang menengah bawah memilih isi. Tetapi orang kelas menengah atas malah memilih kemasan. Ibu tiga anak ini mempunyai kesimpulan bulat.

“Orang belanja di pasar tak peduli kemasan, yang penting isi. Tapi, kalau orarrg menengah atas yang dilihat pertama pasti kemasannya,” jelasnya kepada Kompas.com

Kemasan opak dibuat ekslusif kemudian dibubuhi merek namanya. Setelah kemasan ekslusif, harga masuk di pasaran malah berubah, dari Rp.5000 per- kg menjadi Rp.5000 per- 3,5 ons. Perbulannya Afiffah menyetok untuk pusat oleh- oleh khas Wonosobo.

Semua opak aneka varian terjual habis sampai 1000 buah perbulan. Omzet masuk Rp.5 juta perbulan hasil penjualan. Keuntungan bersih Afiffah mampu mencapai Rp.1,4 juta perbulan. Uang sisanya dipakai mulai dari beli bahan baku, dan membayar karyawan.

Dikala musim liburan atau lebaran penghasilan naik tiga kali lipat. Omzet tersebut baru didapat dari wilayah Wonosoba saja loh. Khusus di Bali, opaknya dibuat lebih mahal Rp.2000 demi menutupi ongkos kirim. Opaknya di Bali mampu menghasilkan keuntungan Rp.2,2 juta perbulan.

Dia secara rutin mengirim 1000 bungkus perbulan ke Bali. Afiffah sebenarnya berniat menjual untuk Jawa Tengah. Namun terkendala daya beli, dimana bagi orang Jawa Tengah harga Rp.5000 sudah kemahalan, padahal itu mepet belum ditambah biaya transportasi ke sana.

Ketika ditanya mengapa Afiffah tidak memasok ritel modern. Dia tidak sanggup untuk membiayai uang panjer. “Wah, tidak bisa membayar uang panjer,” celetuknya. Kualitas opak miliknya empuk dan bisa langsung digoreng.

Afiffah bahkan sudah mematenkan Dinas Perdagangan. Ia juga punya ijin Dinas Kesehatan setempat. Opaknya dijamin sertus persen halal dimakan. Baru dua kota, Afiffah telah menunjukan geliat baik ke depannya. Dari Wonosobo dan Bali sudah cukup membiaya produksi sekaligus hasilkan untung.

 

Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Yorumlar