Lantunan Musik Bar Bisnis Tak Pernah Mati

Comentarios · 125 Puntos de vista

Mau tau bisnis apa tak pernah mati maka ini. Lantunan musik bar mengiringi pengusaha muda. Pria bernama Edward Chia, usianya baru 27 tahun, yang sudah menempati posisi strategis. Kebanggaan bagi pria seusianya memiliki karir dan bisnis sendiri.

Mau tau bisnis apa tak pernah mati maka ini. Lantunan musik bar mengiringi pengusaha muda. Pria bernama Edward Chia, usianya baru 27 tahun, yang sudah menempati posisi strategis. Kebanggaan bagi pria seusianya memiliki karir dan bisnis sendiri.

Chia menempati posisi manajer direktur dan pendiri suatu perusahaan tercepat pertumbuhannya di Singapura. Bukannya terbang ke Boston University, dia memilih menetap tinggal di Singapura bukan berkuliah, kemudian menginvestasikan uangnya ke bisnis sendiri.

Ia, seorang pria ambisius yang menemukan bisnisnya di Singapura. Inilah bisnisnya Timbre Group, kelompok bisnis dimulai dari sebuah bar kecil bernama Timbre @ the Substation. Chia yang lulusan ilmu politik dan ekonomi di National University of Singapore, lebih memilih tak berkuliah kembali.

Bisnis Live Musik

Malah ia secara spontan menggunakan uang kuliahnya. Dia memilih mengerjakan bisnis musik bar bersama seorang teman, Danny Loong. Timbre Group memiliki misi sosial mengembangkan musik Singapura. Mereka membantu musisi lokal tampil dan
menumbuhkan penggemar.

 
Edward Chia telah memulai bisnis musik sedari nol dari umur 23 tahun. Dia bersama patner bisnisnya, Danny Long, 39 tahun, kini telah sukses menjalankan 11 jenis bisnis. Bisnisnya meliputi bar, makanan dan minuman, dari cocktail bar sampai festival musik.

 

Dan, yang terakhir, ia mengerjakan bisnis pendidikan bernama music academy. Bisnisnya dimulai dari Timbre@the Substation, sebuah bar berkonsep live music, di umur masih 21 tahun. Dia kala itu masih berkuliah. Memulai bisnis bahkan ketika baru memulai kuliah pertama di universitas.

Chia, awalnya, kesulitan membagi waktu antara bisnis dan kuliah. Dia mengaku lebih ke kuliah sampingan (seperti hal kerja sampingan) daripada sangat serius kuliah penuh. Ia selalu melewati beberapa mata kuliah penting, kemudian mengejar pertemuan guna memenuhi absensi.

Hasilnya? Ia tidak terlalu mampu mengimbangi. Chia bahkan menyebut menyelesaikan kuliah sama seperti keajaiban. Bayangkan saja dia hanya mampu mendapatkan skor rata- ratanya dibawah 3 dari 5.

Akan tetapi, janjinya kepada kedua orang tua untuk tak berhenti membuatnya harus tetap berkuliah. Sejak itu pula, mereka, orang tuanya, sanggup menaruh harapan buta akan bisnis Timbre. Chia tak mau setengah- setengah selepas lulus kuliah.

Meski hati itu berkata akan memulai bisnis, nyatanya ia tak memilih jurusan bisnis. Ia justru memilih jurusan ilmu politik dan ekonomi, pilihan tersebut telah dipikir masak.

“Itu adalah hal yang sangat praktis, karena saya selalu merasa bahwa bisnis adalah sesuatu yang sangat nyata -anda harus belajar di jalanan dan melalui pengalaman praktis,” katanya.

Apa diajarkan di sekolah bisnis hanyalah teori di matanya. Contoh mudahnya, dalam bisnis, semua hal bisa berubah sangat cepat; bisnis sekarang bisa jadi tidak sesuai besok. Prinsipnya bahwa bisnis selalu akan tumbuh karena mengikuti arah pasar bukan mengikuti jumlah lembaran buku.

Dia menambahkan bisnis masa depan mungkin belum terpikirkan hingga saatnya. Dan, kamu akan melihatnya dan bergumam tentang kenapa tak terpikirkan.

“Bagi saya, itu hanya mendapatkan dasar yang tepat. Banyak teori-teori bisnis ekonomi oleh alam, dan bagi saya yang terbaik untuk hanya menghabiskan waktu dengan bijaksana dan belajar sedikit dasar-dasar,” katanya.

Berjuang dari nol

Memulai bisnis di usia muda memberikan berbagai rintangan dan tantangan. Utamanya Chia harus berdiri antara mengerjakan bisnis sambil berkuliah. Dia lalu menggunakan uang melanjutkan kuliah senilai $80.000 sebagai modal kembali.

Bukan tanpa masalah, uang tersebut bukanlah miliknya melainkan milik kedua orang tuanya. Dia harus membujuk keduanya agar mau memberikan uang tersebut. Syaratnya? Ia harus membayar $1.000 tiap bulannya dan tak boleh meminta uang apapun lagi.

Sebagai pengusaha muda, ia punya hasrat agar sukses itu cepat di tangan. Dia mulai mempekerjakan banyak pegawai lebih tua (lebih berpengalaman) darinya. “Cara saya menghadapi situasi seperti itu hanya dengan bersikap humble,” dia berkata.

“Saya ikut berkerja langsung… saya melakukan segala sesuatu dari mencuci toilet, membersihkan kantor, menjalankan bar, dan kadang-kadang saya membantu di dapur juga.”

Pengetahuan akan bisnis menjadi penting bagi bisnis baru. Chia selalu meluangkan waktu berdiskusi, bekerja, dan belajar dari mereka. Jika kita bersikap tulus hanya butuh waktu mereka mendekat bukanlah kebenaran, terangnya.

Melalu belajar praktik, membuat bisnisnya bisa tumbuh hingga sekarang memiliki ekosistem bisnis kuat. Di akademi buatannya, para musisi berlatih masuk ke berbagai lini usaha Timbre Group.

Mereka bisa saja masuk ke Timbre @ Old School, Timbre @ the Art House, atau Timbre @ the Substation. Mereka para “siswa” di Timbre Academy akan menunjukan kretifitas mereka di dalam bermusik.

Dan, bagi yang telah sukses akan mendapatkan jadwal mingguan. Chia bersemangat mengadakan festival musik setempat melalui Beerfest Asia dan Timbre Rock&Roots. Dia menjelaskan melalui Yahoo! Singapore bahwa bisnis ini tidaklah tentang uang.

Secara garis besar, Chia menyebut tentang menciptakan ekosistem musik di dalam tubuh Singapura. Inilah bisnis tak pernah mati. Chia menciptakan lantunan musik bar melalui berbagai nama.

Profil Timbre Group sini 

Website: Timbregroup.asia

 

Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Comentarios