Biografi Sukanto Tanoto lahir di Belawan, Sumatra Utara, 25 Desember 1949, pemilik perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Ia memiliki nama asli Tan Kang Hoo merupakan pengusaha besar Indonesia. Dia adalah sang CEO PT. Garuda Mas Indonesia, yang berbisnis minyak sawit, plup, dan kertas.
Berdasarkan Forbes, ia disebut- sebut merupakan orang terkaya nomor 418, total kekayaan mencapai $2,8 miliar. Lahir di hari natal, di tahun 1949, biografi Sukanto Tanoto merupakan yang tertua dari tujuh bersaudara. Ayahnya adalah imigran berasal dari Putian, provinsi Fuji di Mainland China.
Di 1966, ketika berusia 17 tahun, ia berhenti sekolah karena sekolahnya ditutup pemerintah Soharto. Ia pun memilih berbisnis setelah berhenti, bekerja keras 16 jam, kemudian masuk ke bisnis saham.
Pemilik Perkebunan Kelapa Sawit Terbesar
Memaksa keberuntungan, ia pun mencari modal mengembangkan bisnisnya. Tanoto menyadari bisnis kayu merupakan bisnis yang berkembang, kemudian diubah menjadi plywood. Bisnis kayu dibawa ke negara Jepang dan Taiwan, merubahnya jadi polywood yang dijual kembali lebih mahal di Indonesia.
Melihat kesempatan tetapi tidak efisien, Tanoto ingin membangun bisnis pulp di Indonesia, hanya dia butuh perijinan. Di era Suharto, itu merupakan praktek umum ketika pengusaha harus dekat para politisi. Tanoto harus dekat mereka (pejabat) guna mendapatkan ujin pabrik plup berdiri.
Mereka meragukan ide bisnisnya memaksa agar melapor ketika pabrik jadi. Dalam 10 bulan, Tanoto mulai membangun pabrik pulp pertama, Inti Indorayon Utama di provinsi Sumatera Utara. Ia berhasil merubah wajah Indonesia, dan membuat pemerintahan militer tersebut kagum, semua berkat kenekatan.
Itu berkat keputusannya yang tak idealis. Dia mendekati para politisi dimasanya itu. Di 7 Agustus 1975, Suharto datang ke pembukaan pabrik pertama di Medan. Perusahaan Pulp digagas oleh Tanoto, lalu dibeking oleh Suharto membuatnya menjadi orang terkaya di Indonesia, di 1980 -an.
Pertengahan 1970-an, ia akhirnya baru melanjutkan sekolah bisnis di Jakarta. Setelah sukses tanpa gelar dia merasakan kekosongan,. merasakan pentingnya pendidikan bagi kerjaan bisnisnya. Merasa tak puas, ia memutuskan belajar di INSEAD, sekolah bisnis terkemuka di Fountainbleau, Perancis.
Sukanto Tanoto berbicara bahwa sifatnya yang mirip ibunya, sifatnya tegas dan keras membentuk dirinya. Dia mengenang bagaimana ibunya selalu tegas menegurnya.
“Saya paling banyak makan rotan,” kenangnya tentang sosok sang ibu. Sejak 12 tahun, ia gemar membaca buku apa saja termasuk buku revolusi Amerika dan tentang perang dunia; ia bercita- cita menjadi dokter.
“Kalau dulu saya meneruskan fakultas kedokteran, saya jadi dokter,” kenang pengusaha ini.
Tapi, ketika 13 tahun, Tanoto menghadapi sulitnya hidup ketika ayahnya pergi karena strok. Ayahnya, Amin Tanoto yang juga pebisnis minyak, bensin, dan onderdil mobil. Pekerjaan yang sangat dikenal karena selalu ia lakukan sepulang sekolah, sambil sibuk belajar tentunya.
Dari ayahnya pula, dia belajar bertanggung jawab mengambil alih bisnis lalu membantu ke enam adiknya. Pandai melihat peluang, ia mulai berjualan kayu lapis ketika itu menghilang di pasaran Singapura, yang kemudian menjadi CV. Karya Pelita di 1973.
Awal Karir Sukanto Tanoto
Dia kemudian memproduksi kayu lapis merubah namanya jadi PT. Raja Garuda Mas, merubahnya menjadi CEO atau direktur utama. Kayu lapis bermerek Polyplex itu diimpor ke berbagai negara Pasaran Bersama Eropa, Inggris, dan Timur Tengah.
“Strategy competition saya itu satu dua step sebelum orang mengerjakannya,” ungkapnya.
Ia pun memulai Indorayon, atau PT.Inti Indorayon Utama, perusahaan bergerak dibidang penananam plup. Pabriknya menghasilakn plup, kertas, dan rayon. Perusahaan juga berhasil membawa bibit plup unggulan guna ditanam di Indonesia.
Kehadiran Indorayon sempat ditolak masyarakat dan aktifis karena ditengarai mencemari danau toba. Danau diduga tercemar limbah plup, membuat Indorayon ditutup. Tanoto pun mengambil hikmah kesalahannya, memilih tidak mengulangi lagi.
Ia kemudian membangun lagi pabrik pulp lagi di kepulauan Riau. “Apa yang saya pelajari dari Indorayon, saya praktikan di Riau,” ucapnya mengingat. Di Riau, ia membangun hutan tanaman industri dan pabrik plup terbesar di Riau, PT. Riau Plup, dan mendekati masyarakat sekitar.
Bagi masyarakat, PT. Riau Plup menjalankan hubungan sosial dengan lembaga swadaya masyarakat. Dia mengajarkan bagaimana berusaha; penggemukan sapi, pembuatan jalan, dan pertanian. Tapi, sayangnya, pabrik PT. Riau Plup tidak berjalan lancar, meski sukses merebut hati masyarakata.
Karena adanya krisis moneter, pabrik yang dimulainya di 1995 sempat berhenti, dan barulah selesai di tahun 2001 silam.
Pada 1972, ia mendirikan perusahaan CV. Karya Pelita, belakangan berganti nama PT. Raja Garuda Mas. Mendalami seluk beluk kayu, dia harus terbang ke Taiwan mempelajari kayu lapis. Tak sampai enam bulan, perusahaannya telah memproduksi polyplex, yang dijual ke Timur Tengah dan Eropa.
Tanoto kemudian membangun Forindo Pte.Ltd. di Singapura mendukung pengadaan barang dan jasa pendukung perusahaany PT. Raja Garuda Mas Lewat PT. Bina Sarana Papan, yang kemudian sukses membangun Uni Plaza dan Thamrin Plaza di Medan.
Dia juga mendirikan PT Inti Indosawit Subur di 1980. Kebun kelapa sawitnya mulai dari 8.000 hektare dengan 2.000 karyawan. Tiga tahun kemudian Raja Garuda Mas mengakuisisi Bimoli. Di tahun yang sama, ia mendirikan Pec- Tech, perusahaan infrastruktur, energi, minyak, dan gas di Cina dan Brasil.
Bukan tanpa halangan, dua perusahaannya harus berhadapan dengan masyarakat, pecinta lingkungan hidup, dan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim. Menurut Emil perusahaan dibawah kepemilikan Sutanto Salim mencemari lingkungan sungai asahan.
Perusahaan PT. Inti Indorayon Utama mililnya, yang memiliki pabrik bubur kertas di desa Sosor Padang, dianggap mencemari lingkungan, tapi malalui kekuasaan Suharto kala itu; perusahaan tetap maju. Hingga, penampungan limbah jebol, dan tumpah semua ke sungai asahan; Indorayon tutup Juni 1999.
Ia mangaku baru kali ini berinvestasi sangat besar $213 juta,dan rugi $600 juta. Melalui Soharto, Tanoto kembali membangun Indorayon jadi PT. Toba Plup Lestari. Pada 1989, ia mendirikan Asia Agri, perusahaan pengolahan yang menguasai 150 ribu hektar perkebonan sawit, karet, dan kako.
Asian Agro mengelola aneka bisnis agro, dari Indonesia, Filipina, Thailand, dan Malaysia. Modalnya 19 pabrik, Asian Agri, perusahaan berhasil menembus 1 juta ton produksi minyak sawit, sekaligus menjadikannya pemain utama di bisnis sawit dunia.
Usaha yang lain, Tanoto mengambil alih mayoritas saham bank United City Bank di tahun 1986-1987. Tidak hanya dalam negeri, ia mendirikan perkebunan kelapa sawit melalui National Development Corporation Guthrie di Mindanao, Filipina, dan electro Magnetic di Singapura, serta pabrik kertas di Cina.
Sejak 1997, ia dan keluarga memilih tinggal di Singapura dan mengambil kantor pusat di Singapura. Ia memiliki cita- cita besar menjadikan pengusaha Indonesia pemain bisnis global.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.