Profil pemilik Bisnis Restoran Jepang

Komentar · 43 Tampilan

Hobi makan bisnis restoran Jepang. Mengawali bisnis kuliner karena hobi makan. Fransisca Tjong mencoba membuka wawasan baru kita soal masakan Jepang. Melalui restoran Roba Yakitori, Fransisca mengaku awalnya cuma coba- coba. 

Hobi makan bisnis restoran Jepang. Mengawali bisnis kuliner karena hobi makan. Fransisca Tjong mencoba membuka wawasan baru kita soal masakan Jepang. Melalui restoran Roba Yakitori, Fransisca mengaku awalnya cuma coba- coba. 

 
Mulai berbisnis kuliner dan ternyata malah mampu membuka banyak peluang. Sukses Roba membawa namanya menjadi salah satu CEO dari group bisnis terkemuka.
 

Usaha Hobi Makan

 
Dia adalah salah satu pendiri Pancious Group. Bersama PT. Tri Samudra Sentosa baru- baru ini membuka anak usaha lain. Usaha masakan Taiwan waralaba asal Singapura, Xi Men Ding di Senayan City. 
 
Bisnis berumur 18 tahun yang dibawa Fransisca, mencoba menjadi pioner restoran Taiwan. Setelah sebelumnya sukses Roba Yakitori lewat aneka masakan Jepang. Fransisca mengaku memulai usaha kuliner karena coba- coba saja. 
 
Dia memang hobi makan. Bahkan bertraveling keliling Indonesia, bahkan dunia cuma buat makanan. Tetapi berbeda dengan kita kebanyakan membuahkan hasil selera kuliner. Ia yakin membuka usaha masakan Jepang berdasar lidahnya.
 
“Saya memulai bisnis kuliner dari hobi coba-coba semua makanan dari satu kota ke kota lain hingga luar negeri,” tuturnya kepada Bisnis.com
 
Dalam artikel, Fransisca mengaku sebelum mantap, usaha pertama dilakukanya adalah mencicipi aneka rasa. Ia menjajal aneka makanan baik tradisional ataupun asing. Dia tau jenis kuliner apa diinginkan olehnya. Tahap selanjutnya adalah memilih diantara sekian banyak. 
 

Bisnis Restoran Jepang

 
Siska menyebut tidak cuma selera pribadi. Dia harus tau apa yang belum ada dipasaran. Bersama saudara berkeliling menikmati aneka kuliner. Dia bersama saudari kembarnya, Veronica; adik laki- lakinya, Fredy; dan seorang sepupu bernama Siska. 
 
Mereka sepakat pergi bersama makan- makan berkala. Hingga mereka mulai menyadari kegiatan mereka membuang waktu. “Buang- buang waktu” tetapi tidak menghasilkan. Padahal ketika Fransisca mulai membuka matanya lebar- lebar; ia melihat peluang bisnis ada disana.
 
Mereka hobi makan bahkan sampai ke Australia. Bersama, tidak cuma mencari cita rasa, tetapi tempat menarik dan pelayanan. Tanpa terasa mereka mendapat banyak ilmu tentang caranya mengelola restoran. “Kami banyak ilmu, inspirasi, untuk membuka usaha kuliner,” jelasnya. 
 
Dan, untungnya mereka juga hobi memasak selain makan. Sekembalinya ke Indonesia, di tahun 2006, Fransisca mulai mengajak berbicara bisnis serius.
 
“Kami membuat konsep, yang dijual pancake,” lanjutnya. Dibuka tahun 2007, usaha pancake sederhana tersebut ternyata langsung booming. Bahkan mereka mantap meminjam uang modal masing- masing. Uang modal dari orang tua dijadikan cabang kedua di Pacific Place. 
 
Walau terkesan cepat sukses tetapi jalan itu tidak semuanya. Fransisca menjelaskan membuat pancake penuh trial and error. Masa mencoba tersebut diabadikan lewat kenangan. Dia menyabut dulu tidak punya resep khusus. 
 
Pengusaha wanita ini memang termasuk orang yang percaya faktor X. Mau dihitung ataupun direncanakan kalau tidak ada faktor tersebut; tidak jadi. Rumus faktor X tersebut baru bisa kamu lihat ketika dijalani.

 

Usaha bernama Pancious ini semula cuma dikerjakan seminimal mungkin. Dimana mereka memilih agar tidak punya banyak karyawan disana. Sehingga di cabang kedua, dia bersama saudaranya harus rela ikut masuk ke dapur. 

 
Urusan cuci piring hari ini, besok Fransisca giliran menjadi kasir, atau siapa saja bisa bergantian terus. Selama empat bulan pertama cabang kedua menjadi lumrah. Passion hobi mereka menjadi landasan kuat.

 

So, meski susah tetap dijalani dengan ceria lewat senyum, alhasil Pancious sukses memiliki 10 gerai selama 8 tahun dan menjadi satu group usaha.
 

Menurut Fransisca paling penting kita musti tahu dimana. Letaknya bakat kita itu dimana, lantas dimatangkan lagi sedetail mungkin. Aplikasikan hal tersebut di bisnis real kita. Kalau bicara modal memang menjadi satu alasan banyak pengusaha. 
 
Fransisca sendiri menganggap soal modal bisa bersumber dari mana saja. Bisa jadi lewat rekanan, pinjaman bank, dan lain sebagainya.

 

“Tapi, punya banyak uang sebanyak apapun, akan percuma kalau tidak tahu mau apa,” jelas Fransisca.

Secara jujur awal sekali Pancious memang modal kecil. Berkat kerja keras munculah kepercayaan baik dari orang tua atau pihak ketiga. Adapun soal manajeman perusahaan, Fransisca mensiasati melalui perekrutan orang- orang profesional dibidangnya. 

 
Selepas bisnis kita berjalan baik. Ada baiknya mulai memikirkan mau dibawa kemana. Termasuk memasuk tenaga dalam jajaran kepimpinan perusahaan kamu. Ini dibuktikan lewat perjalanan Pancious menjadi group bisnis. 
 
Setelah 8 tahun eksis, dari Pancious Group, di awal tahun 2015 -an, membidik pasar bisnis kuliner Jepang. Pancake yang kebaratan dipadukan kuliner khas Jepang. “Kebetulan kami lumayan sering ke Jepang,” kenang Fransisca. 
 
Kesenangan akan kuliner Yokitari itu lalu diabadikan lewat usaha baru. Ya, bisnis baru Fransisca selanjutnya adalah sate khas Jepang. Kesolitan tim kerja pendiri Pancious terbukti. Lewat pembicaraan bersama terbentuklah kesepakatan untuk menyajikan masakan Jepang. 
 
Manajeman matang menjadi perusahaan makin ekspansif juga. Termasuk mau mendatangkan chef asli Jepang. Ini dimaksudkan agar tersaji masakan berkualitas. “Ini berkaitan dengan maintaining, tentang kualitas makanan yang harus dijaga,” ujarnya. Adapula training agar standar perusahaan terjaga.

 

Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Komentar