TKI ganteng Nur Cholis tidak menyangka akan hidup susah jadi pengusaha. Dia mantan TKI di Taiwan. Berniat merubah nasib berwirausaha malah membuatnya “menderita”. Dia bukanlah tidak berpendidikan tinggi dan menjadi TKI menjanjikan.
Dia itu sarjana. Wajahnya juga tampan akunya ketika hadir di acara Kick Andy. Ilmu bisnisnya ya cumalah bermodal pengalaman. Memulai dari nol, bisnisnya dimulai 15 tahun lalu, bermodal uang sisa menjadi TKI, ia mulai dengan menyewa toko di sebuah pasar di Wonosobo.
Jadi Pengusaha
Rencananya dia akan membuka sebuah toko tekstil yang lantas diberinya nama “Multazam”. Kisah pun berlanjut ketika ia menyadari bahwa modalnya tak cukup. Bukan membangun toko tekstil yang seharusnya.
Dia membuat ala kadarnya. Sebuah ide unik muncul yaitu membeli langsung dari pabriknya. Nur langsung berangkat ke pabrik- pabrik tekstil dan membeli kain murah. Dalam acara Kick Andy, dia lantas menjelaskan kain itu merupakan kain sisa pakai.
Jadi bukanlah kain reject dari produksi yang gagal. Kain ini masih berkualitas tandasnya. Bermodal kain sisa yang dibelinya kiloan dan dijual kiloan. Menjual kiloan justru menjadi tagline sendiri. Bagi bisnis sumur jagung tersebut menjadi beda berarti menjual lebih banyak.
Kelebihan tekstil Multazam, ya, karena Nur Cholis menjualnya secara kiloan. Lantas ketika semua mulai berjalan baik barulah hambatan itu datang. Dia menceritakan bahwa toko kontrakannya mau diambil pemilik lagi. Kontrak dua tahun barulah satu tahun dijalankan.
Bekerja sebagai TKI Nur Cholis ternyata cuma jadi cleaning service. Dia berkisah meski bewajah ganteng, punya ijasah, bisa komputer, itu tidak jadi jaminan. Sudah menyiapkan dasi dan jas, eh malah, dia disuruh untuk membersihkan kamar mandi. Dia disuruh membersihkan WC.
Tidak hanya satu tapi ratusan buah di hotel tempatnya bekerja. Kala itu Nur Cholis masih belum menikah dengan pacaranya semasa kuliah. Dia masih lah membujang ketika menjadi TKI di Arab Saudi. Bekerja penuh ketekunan akhirnya bisa naik pangkat.
Dari menjadi cleaning service yang cuma kebagian membersihkan WC. Saat itu ia naik pangkat jadi tukang bersih di kamar- kamar hotel. Sambil bercanda dia pun berkata kalau datang ke rumahnya kini; WC dan kasur akan sangat bersih seperti di hotel.
Beberapa kali naik pangkat akhirnya dia bisa bekerja di bagian Marketing Manajer. Dia lega akhirnya tak sia- sia membeli jas dan dasi.
Selepas menikah dangan Siti Nur Qomariyah atau Itong, keduanya memutuskan mengumpulkan modal membangun usaha sendiri. Uang itu digunakan untuk membangun usaha di Indonesia. Keduanya sepakat untuk kembali menjadi TKI mengumpukan modal.
Sebelumnya Nur Cholis sempat menjadi TKI di Taiwan. Dia sempatkan membuka usaha sendiri di kampungnya dulu. Ya, itulah Multazam Tekstil, sepanjang berjalannya bisnis tersebut, Itong akan mengirimi uang, dan memberikan tambahan modal.
Berjalan waktu usaha tekstilnya maju. Dia menyebut dari bisnisnya diatas menghasilkan 3 juta per- harinya. Itu berkat kepandaian Nur Cholis memanfaatkan modal seminim mungkin. Biar lebih hemat dia bahkan mau untuk tidur sendiri di tokonya sendiri.
Ketika pagi sampai siang berjualan kain. Ketika di malam harinya, ia akan pura- pura pulang, lalu kembali ke toko menyelinap untuk tidur. Semua dilakukannya agar tak ketahuan satpam yang berjaga di ruko sewanya.
Hidup Susah
Kain dijadikan kasur dipakainya tidur di malam hari. Selepas pagi kain itu dibersihkan- dijemur lalu dijual kembali. Semua dilakukannya hingga tokonya makin laris. Menghasilkan tiga juta per- bulan siapa sih yang gak akan iri.
Mungkin inilah mengapa sang pemilik ruko meminta tokonya kembali. Alasan sang pemilik ruko ialah toko utamanya kebakaran. Meski berberat hati ia akhirnya rela melepaskan sisa satu tahun sewanya.
Sang pemilik toko pun mau mengganti kerugian Nur Cholis. Dia dipindahkannya ke tempat lain. Yang sepi dan cuma menghasilkan Rp.17 ribu per- hari. Miris ketika itu omzetnya sangatlah turun drastis. Tentu saja ia jadi stress bahkan berniat menyusul istrinya bekerja ke Taiwan jadi TKI.
Dalam keadaan stress itulah ide kreatifnya muncul lagi. Ia meminta ijin Itong menjual mobil kreditan yang belum lunas dan beberapa perhiasan miliknya. Saat itu sang istri sudah tak bekerja lagi di Taiwan.
Ia mengontrak satu roku di Banjarnegara. Ternyata menjual di luar Wonosobo malah usahanya bisa sangat diterima. Nur Cholis dan istrinya bekerja sama mengerjakan dua toko. Dari Wonosobo ke Bajarnegara dan sebaliknya keduanya tampak kelelahan.
Mereka menjaga dua toko di dua daerah berbeda. Dalam keadaan kepepet, ide kreatif lagi, Nur Cholis berpikir bagaimana biar tokonya tetap berjalan. Bahkan disaat ia dan istrinya tak berada di anatara keduanya.
Dia mulai membuka- buka buku tentang bisnis. Mencari ilmu bagaimana menjalankan “perusahaan” seharunya. Dia secara trial- error (coba- coba) mulai mempekerjakan orang lain. Cuma menunjuk orang menjadi manajer toko dan juga seorang general manager.
Nur Cholis mendelegasikan tuganya ke orang lain. Beberapa orang manajer toko akan mengerjakan pelayanan. Dia akan bertanggung jawab ke si general manajer. Nah, satu general manager akan memberikan laporan ke dirinya.
Untuk ongkos sistemnya ini ia menggelontorkan puluhan juta. Selain menggelontorkan ongkos uang untuk membayar gaji, ada pula ongkos penyalahgunaan kasir, piutang tak terbayar, dan lain sebagainya.
“Saya tidak pernah menganggap kehilangan itu sebagai sebuah kerugian, saya menganggapnya sebagai ongkos belajar, karena dari situlah akhirnya saya mencoba untuk membikin suatu sistim audit yang benar, bikin cash flow report yang bagus, neraca, laporan rugi laba, dan lain sebagainya,” jelasnya.
Soal SDM dijelaskannya cuma mengandalkan kejujuran. Dia memprioritaskan passion, barulah integrity, dan juga kejujuran. Selain sistem marketing ia juga membangun sistem pemasaran, periklanan, dan promosi yang terus dikembangkannya.
Dia juga membuat front liner yang fungsinya memberikan panduan bagi karyawan. Tugasnya meliputi bagaimana karyawan menerima telephon, memberi salam, menjelaskan produk, memberi garansi, closing penjualan dan lain- lain.
Punya karyawan sendiri
Menjadi pengusaha besar itulah yang tengah dibangun Nur Cholis. Dimana semua karyawannya punya satu SOP sendiri.
“Karena semuanya melalui trial and error maka SOP yang saya buat masih selalu dalam progress, belum jadi 100%, karena setiap kali ada masalah baru dalam perusahaan maka hal itu akan menjadi item baru dalam SOP kami,” tutur ayah dari Julio Maulana Muhamad yang juga hobi fotografi.
Bermodal SOP tersebut dari dua toko saja, kini, usahanya bisa merambah ke tempat- tempat lain. Menjadi puluhan menyebar di Jawa Tengah. Menerapkan konsep jangan menaruh satu telur di satu keranjang. Ia mulai membukan berbagai bisnis lain yang bersumber dari bisnis tekstilnya.
Usaha miliknya mulai merambah kuliner, pengiklan, percetakan, aksesoris motor, sekolah musik, dan pendidikan. Untuk bisnis pendidikan ia bekerja sama dengan Primagama Group.
Memperluas sektor bisnis lantas dipahaminya sebagai cara menambah lapangan pekerjaan baru. Dia bisa membangun lapangan kerja bagi saudara- saudara yang belum berwirausaha.
Alumnus IAIN dan ISI Yogya ini ia juga menambahkan dirinya juga sibuk menghandle lembaga keuangan berkaryawan 800 orang. Dari sana pula Ia menyadari satu hal: peningkatan SDM menjadi kunci. Dia sadar betul akan kualitas mereka yang bekerj di tempatnya.
Nur Cholis pun mengadakan pelatihan intern perusahaan dan juga memberikan pelatihan diluar melalui aneka seminar. Bisnis baginya tak lagi cuma melulu jual- beli tapi sudah meluas.
“Bisnis itu adalah bagaimana kita bisa menciptakan bisnis yang tersistemasi sehingga kita sebagai business owner tidak harus selalu in business, tetapi bisa work on bussiness, dengan begitu saat ini saya sangat merasakan manfaatnya bahwa karyawan-karyawan saya ternyata lebih pintar dan kreatif dibanding saya,” ucapnya.
TKIganteng asal Magelang kelahiran 1966, menjelaskan bahwa sinergi dengan karyawan akan mampu mengembangkan perusahaa. Lebih maju hingga pemilik usaha dapat jalan- jalan, bisnis tetap jalan. Ia menemukan kebebasan itulah dia cari.
.
Kebebasan dalam nama pengusaha bukan berarti bebas bekerja selama mungkin. Kamu bebas bekerja apapun jenis bisnisnya. Dan kamu bebas dari beban pekerjaan apapun.
Menurutnya menikmati hidup itu memang penting, justru karena hidup cuma sekali, kita harus ikut menikmati jalannya bisnis kita. Bentuk menikmati bisnis juga tidak melulu bekerja. Itu termasuk kontribusi perusahaan bagi masyarakat luas.
Untuk itulah perusahaan mantan TKI ini mengadakan aneka CSR. Bentuk tanggung jawab lingkungan ini ia bagikan dalam bentuk biaya listrik dan PAM masjid- masjid, menjadi sponsor khitanan, menyumbang ke panti asuhan, dan mensuport anak -anak asuhnya.
Tidak dipungkiri sosoknya menjadi salah satu pengusaha menginspirasi asal Wonosobo. Sekian kisah hidup susah jadi pengusaha tetapi senang diakhir.