Hidup memang tidak dapat ditebak. Dulu sopir sekarang pengusaha kue kacang hijau. Dikisahkan inilah pria bernama Marfin Gunawan, yang mengenang dulu sempat menikmati enaknya kue kacang hijau. Ibu- ibu pada tahun 1990 -an banyak membuat kue macam ini.
Kue jadul dijual di warung- warung atau dijajakan keliling. Kue dibawa memakai tampah dan ditarus di atas piring. Kue kacang ijo tersebut sudah menjadi camilan khas Kota Sabang, Pulau We, Naggroe Aceh Darusalam. Dari bentuknya memang mirip kue bakpia dari Jawa tetapi beda.
Pengusaha Dulu Sopir
Kue tersebut cuma bertahan satu sampai dua hari. Selebihnya bila tidak disantap akan basi. A Guan begitu nama panggilannya tertarik menaikan pamornya. Pria yang berprofesi sopir angkutan barang, mencoba membuat hingga menjajakan kue jadul ini.
Pria kelahiran Sabang, 13 Juni 1957, memang tidak berniat menjadi pengusaha. Dia sudah cukup jadi sopir angkutan barang. Hingga dia berkenalan dengan pengusaha kue kacang hijau. Tepatnya tahun 1994, pengusaha tersebut membocorkan rahasia kue yang mirip bakpia Jawa tersebut.
Memang sudah jodohnya tetapi tidak semudah dibayangkan. Kan pengusaha tersebut gagal, malahan memilih ganti profesi ketimbang membuat kue kacang. A Guan berpikir keras mengapa dia harus mencoba, padahal si empunya resep gagal.
Iseng A Guan tetap membuat kemudian dititipkan ke toko- toko. Hasilnya ya sama saja, seperti teman pengusaha tersebut A Guan gagal. Dimana sehari cuma laku 50 biji dari 100 biji dibikin. Bukannya menyerah A Guan penasaran, “dari situ saya mulai mencari cara agar kue kacang ini lebih dinikmati.”
A Guan mendapati dua kelemahan kue kacang ini. Yakni kue kacang hijau terasa hambar dan basah karena memakai minyak goreng. A Guan mencoba berkali- kali cara. Hingga ia menemukan bahwa mengganti minyak goreng dengan mentega.
Ajib dia menemukan kuenya lebih guring dan kering. Inovasi tersebut membuat kue bikinannya lebih nikmat. Alhasil omzet penjualannya menanjak naik sampai tinggi. Pada tahun 2000, penjualannya itu mencapai 200 sampai 300 kota perhari, seharga Rp.11 ribu perkotak.
Sekotak isinya 20 kue kacang hijau dan dilakukan sendirian. A Guan bangun pagi pukul 03:00 dan langsung menyiapkan adonan. Kemudian dia berjualan dan baru tidur pukul 22:00. Dia tidur selepas bikin adonan kue dulu.
Esok paginya dia bangun menyiapkan adonan dan memasak. Sayangnya, kue begini tidak tahan lama alias mudah basi, cuma bertahan beberapa hari membuat A Guan pusing. Dia lantas berkonsultasi ke Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan.
Dia kemudian mendapat cairan antibasi. Zat tersebut berkat saran pegawai Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan. Berkat zat tersebut maka kue kacang hijau miliknya bertahan sepekan. Menurut A Guan bukan pengawet tetapi zat alami.
“Saya tidak berani memberi zat pengawet karena katanya bisa menganggu kesehatan,” tuturnya. Usaha tersebut terus berkembang dibantu 25 ibu rumah tangga. Mereka merupakan tetangganya di rumahnya Jalan Sultan Hasanuddin, Sabang.
A Guan semakin bersemangat hingga membeli peralatan baru. Dulu memakai oven manual sekarang sudah mempunyai 3 oven semi manual. Masing- masing oven dibeli seharga Rp.400.000. Pembelian menanjak sampai dia membeli empat buah oven putar, harganya antara Rp.11- 16 juta perbuah.
Tetapi nasib malang tidak mampu ditolak harus dihadapi. Ada tsunami Aceh yang menggoncang, dan A Guan menjadi korban beruntung dia dan keluarga selamat. Peralatan memasak juga selamat dari hantaman tsunami.
Usaha Hampir Bangkrut
Namun A Guan harus menerima fakta bahwa jualannya lesu. Pegawai tengah sibuk membantu karena sibuk menyelamatkan diri, dan membantu keluarga yang mejadi korban. Kalaupun dia memaksakan membuat tidak mungkin laku.
Semua tampak kacau A Guan pasrah akan nasib. “Saat itu, banyak orang berpikir sulit untuk pulih, tetapi saya yakin masih bisa bertahan dan maju,” ia mengambil sikap.
Tiga bulan usahanya tidak berjalan. A Guan sudah mikir semua sudah berakhir. Seiring pulihnya warga masyarakat dari tsunami, dirinya bangkit. Para karyawan datang mau bekerja kembali. A Guan sangat sumringah memulai bisnis dari nol.
Dulu sopir sekarang pengusaha menjadi pengangguran. Kembali menjadi pengusaha membuatnya dari nol. Ia seolah merintis usaha kembali. A Guan meyakinkan diri dan para pegawai. Ia menyemangati bahwa semua akan pulih, dan benar saja, dalam dua- tiga bulan omzetnya kembali.
Bahkan usahanya naik menjadi 500 kota perhari. Disaat bersamaan ia merasakan kekurangan. Perlu perbaikan ternyata masalah kotak kemasan. Ia masih memakai kotak polos putih. Sekarang dia bikin kemasan berwarna, bergambar, dan sudah dilabeli halal.
Tujuannya menarik perhatian pelancong ikut membeli. Orang akan membeli menjadikan ini oleh- oleh khas. Dia lalu menghubungi temannya di Sumatra Utara, Medan. Dia dimintanya membantu membuat kemasan jualan.
Desain kemasan membuat kotak kemasan kue makin menarik. Sejak 2005, kemasan sudah menarik lengkap nama brand serta detail produk dan menarik bila dipajang. Terlihat kue kacang hijau bermerek AG Sabang berjejer cantik di toko oleh- oleh atau warung.
Kerja kerasnya diapresiasi pelanggan. Dia pun mendapatkan penghargaan Bintang Keamanan Pangan oleh BPOM. Ini karena dari pembuatan sudah menjaga higenitas, keamanan penyimpanan, sanitasi yang bagus, serta peralatan yang bersih dan aman.
Hampir semua pusat oleh- oleh Sabang mengenalnya. Nama kue kacang hijau AG Sabang sudah jadi khas pelancong. Kalau orang datang ke Sabang tanpa membeli sudah pasti rugi. Ketenaran AG Sabang menanjak ketika disuport TNI asal Yogyakarta yang bolak- balik Sabah- Jogja.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.