Apa kamu mengenal pengusaha bos Garudafood. Biografi Sudhamek merupakan sosok dibalik produk ternama. Ia tidak memiliki kenangan manis terhadap namanya. Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 20 Maret 1956 itu, adalah CEO Garudafood serta orang terkaya nomor 35.
Bernama lengkap Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto. Dia merupakan putra dari Darmo Putro, seorang pebisnis kacang kulit melalui PT. Tudung Putra Jaya. Meski anak orang berkecukupan, dia bukanlah orang yang arogan bahkan pernah merasakan rasanya di bully.
Nama Sudhamek dianggap kamso alias kampungan bagi sebagian besa temannya. “Setiap pagi saya seperti diadili pada waktu absensi di sekolah. Begitu nama saya dipanggil, maka seluruh kelas tertawa sambil melihat saya,” tuturnya.
Merintis Usaha
Bahkan ketika pulang sekolah, ia masih menerima ejekan temanya. Ketika dirinya dibonceng dan temannya melaju kencang; ia sangat ketakutan. Ini membuat teman- teman lainnya tertawa keras melihat tingkahnya.
Bukan kurang dia juga sering diejek kakaknya sendiri. Entah becanda, atau beneran, dia dibilang anak pungut akan dikirim ke Sri Langka. Orang tuanya membela berkata bahwa dia tidak benar. Masa SMA menjadi masanya dimana dia ingin berubah.
Dimasa tersebut dia diejek teman karena memiliki nama kampung. Seringnya di bully mempengaruhi hidupnya secara akademis bahkan kepribadian dirinya. Sudhamek merasa masa SMA nya tidak memiliki kenangan manis.
Dia bahkan ketika akan masuk kuliah merasa tidak cukup modal dengan nilai ujiannya. Memang nama Dhamek menjadi momok kehidupan remaja Sudhamek. Walau itu merupakan bentuk doa orang tua kepada putra mereka.
Bukan cuma bully -an verbal tetapi fisik pernah dialami. Ketika temannya memboncengkan motor, malah motornya digas sampai membuat Sudhamek ketakutan. Teman- teman lainnya menonton sambil tertawa mengejek; Itu menimbulkan luka batin ternyata.
Bertahap ingin merubah nasib, Sudhamek menjadi rajin membaca dan berkeinginan kuat untuk berprestasi secara akademis. Meskipun begitu, dia jadi semakin sulit bersosialisasi terutama jika harus berhadapan dengan teman mahasiswi.
Titik baliknya terjadi ketika ujian pengantar ekonomi perusahaan. Dia terkejut lantaran berhasil mendapatkan nilai bagus. Dia memiliki pandangan baru bahwa memaksa dirinya jika diperlukan. Sudhamek berusaha karas menjadi pribadi yang berbeda, menjadi lebih mudah bergaul.
Dia yang sebelumnya bicara cepat, kini terlihat bicara dengan lancar. Ia mampu menjadi pemimpin atas dirinya sendiri.
“Saya bukan anak terpandai. Dari sejak SD sampai SMA tidak pernah juara kelas. Prestasi akademik baru saya raih waktu di UKSW, bahkan sekaligus menyabet double degree, yaitu Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum,” papar bungsu dari 11 saudara.
Menurutnya kali ini keberhasilan bukan hanya tentang kebiasaan belajar tetapi kemauan kuat mengejar sesuatu. Lulus kuliah, ia memutuskan bekerja di PT. Gudang Garam, Kediri. Walaupun cukup disesali sang ayah karena tidak ingin melihat anaknya bekerja untuk orang lain.
Akan tetapi, pengalamannya selama 13 tahun di Djarum justru membuatnya semakin paham tentang bisnis menejemen dan kepemimpinan. Pada akhirnya, ia pun menjadi direktur di PT. Trias Santoso Tbk, yang tidak lain merupakan anak perusahaan PT. Gudang Garam Tbk.
Di tahun 1991- 1994, Sudhamek bergabung dengan Djuhar Group bekerja sebagai direktur eksekutif. Dia juga mendirikan Central Sevilla National Plus School dan menjabat di PT. Posnesia Stainless Steel Industry sebagai wakil presiden.
Akhirnya di tahun 1994, barulah ia masuk kembali ke dalam bisnis dan perusahaan keluarganya dengan menjadi CEO Garuda Food di bulan Oktober. Meski belum sempat mengenyam pendidikan hingga master, ia tetap berpikiran maju tentang pendidikan.
Ini diperlihatkan dengan ketiga anaknya yang bersekolah hingga jenjang master. Kedua putranya lulusan University of Michigan, Ann Arbor. Untuk jenjang master, keduanya melanjutkan di Babson University, Boston. Sedangkan putri bungsunya bersekolah di Lasalle Art Collage di Singapura.
Bisnis baru
Garudafood adalah perusahaan makanan dan minuman dibawah kelompok usaha Tudung (atau Tudung Group). Berawal dari PT. Tudung Putera Jaya (TPJ), perusahaan bergerak dibidang produksi tepung tapioka didirikan pada 1958 di Pati, Jawa Tengah.
Pendirinya adalah Darmo Putro, seorang mantan pejuang yang berbisnis setelah kemerdekaan. Awal 1987, TPJ meluai menjual hasil produksi kacang bermerek Kacang Garing Garuda. Berbisnis kacang sempat mendapatkan ejekan.
Bukan orang biasa melainkan konsultan periklanan mengejek. Bahkan pihak televisi dikatakan akan menolak mentah- mentah kacangnya. Ia bilang kalau televisi akan menolak. Bila menayangkan iklan kacang akan dianggapnya menurunkan rating.
Produk Garudafood sempat menjadi ikonik ejekan “kacang”. Lucu, pada tahun 2009, justru produk kacang booming sampai laris manis. Bak kacang goreng jalanan, produknya diborong laris sampai omzet Rp.200 miliar.
Sudhamek senangnya bukan main. “Yes, akhirnya saya bisa buktikan bahwa bisnis kacang bukan bisnis kacangan,” selorohnya.
Kacang Garing Garuda atau yang lebih dikenal Kacang Garuda memenangkan penghargaan sebagai produk paling memuaskan delapan kali berturut- turut (2000-2007); Superbrands (2003); Top Brand for Kids (2004); Indonesian Best Brand Award (IBBA, 2004-2007); Top Brand (2007).
Dikala perekonomian nasional mengalami krisis ekonomi. Pada Desember 1997, Tudung resmi mendirikan PT. Garudafood Jaya yang fokus memproduksi mekanan ringan. PT. Garudafood Jaya memperkenalkan merek dagang baru yaitu Gerry.
Makananan ringan yang fokusnya lebih ke makanan serba coklat. Periode 2005- 2007, Gerry Saluut salah satu produknya berhasil mendapat Indonesia Best Brand Award (IBBA), dan oleh SWA yaitu ketegori wafer salut terbaik. Tahun 2007, Gery Chocolatos meraih IBBA kategori wafer stick.
Pada 1998, Garudafood mengakuisisi PT. Triteguh Manunggal Sejati (TRMS), memproduksi minuman jelly dan meluncurkan produk jelly bermerek Okky dan Keffy. Prestasi Okky Jelly dibuktikan dari keberhasilan meraih Top Brand for Kids (TBK) Award 2004 untuk kategori jelly.
Keseriusan Garudafood akan produk minuman merupakan titik balik bisnisnya. Garudafood kemudian meluncurkan Mountea, minuman teh rasa buah. GarudaFood juga memproduksi snack bermerek Leo, untuk kategori produk kripik kentang, kripik pisang, kripik singkong, dan krupuk mulai akhir 2005.
Pada 2007, Leo meraih IBBA kategori snack kentang. Selain itu juga merambah bisnis snack jagung dengan merek O’Corn. Di tingkat nasional, produk- produknya dipersepsi positif sebagai salah satu perusahaan makanan dan minuman idaman.
Kenapa sosok Sudhamek bangkit setelah mendapatkan bullyan. Ternyata orang tuanya selalu memberi kebijaksanaan. Sebagai penganut agama Buddha, dia menjalankan dharma dan ibunya selalu memberi tujuan hidup.
Visioner merupakan pandangan ibunya ajarkan. Ibunya sejak 3 SD, dia selalu melihat sang ibu sosok visioner, sementara ayahnya merupakan pengusaha sukses. Ibu pernah berkata bahwa ilmu tidak berat dibawa ke mana- mana.
Ilmu akan menetap dalam diri kapanpun. Maka Dhamek memilih berlajar demi merubah nasib. Ibu juga mengajarkan tetap rendah hati walau berilmu. Taukah bahwa ayahnya telah menyediakan usaha biskuit di Rembang.
Sudhamek malah memilih bekerja buat orang lain, dan berbisnis sendiri. Ini sempat membuat ayahnya bersedih. Ini menjadikan beban Sudhamek. Ia berat hati ketika pamit buat bekerja di perusahaan orang lain. Dan itu hal yang disesali ayahnya.
“Ayah adalah seorang pengusaha, meski kecil tetapi bisa menjadi raja di perusahaanya sendiri,” bangga Sudhamek. Bekerja buat orang lain, ternyata kehendak hati Sudhamek pulang, memilih melanjutkan usaha keluarga ini.