Biografi Rachmat Gobel Pengusaha Generasi Kedua

Komentar · 106 Tampilan

Menjadi pengusaha generasi kedua mungkin menjadi beban. Sosok biografi Rachmat Gobel bukanlah pemimpin semenjak lahir. Dia juga membutuhkan proses panjang. Sedari kecil sosoknya telah terdidik untuk menjadi pewaris dan pemimpin dari grup usaha Gobel. 

Menjadi pengusaha generasi kedua mungkin menjadi beban. Sosok biografi Rachmat Gobel bukanlah pemimpin semenjak lahir. Dia juga membutuhkan proses panjang. Sedari kecil sosoknya telah terdidik untuk menjadi pewaris dan pemimpin dari grup usaha Gobel. 
 
Generasi kedua yang tidak hanya sukses melanjutkan tapi memperluas pengaruhnya di Indonesia. Pria kelahiran 3 September 1962 ini, sukses mendekatkan dirinya menjadi orang berpengaruh, pengusaha terbaik. 
 
Membuatnya bahkan disematkan nama Menteri Perdagangan pada pemerintahan Jokowi- Jusuf Kalla. Ia digadang- gadang mampu berdagang. 
 
Rachmat Gobel, anak kelima dan putra pertama dari pasangan Alm. Drs. H. Thayeb Mohammad Gobel dan Almh. Annie Nento Gobel. Alm. Drs. H. Thayeb Mohammad Gobel disamping jadi pendiri dari Kelompok Usaha Gobel, adalah juga perintis industri elektronika di Indonesia.
 

Bisnis Keluarga

 
Rachmat Gobel menikah dengan Retno Damayanti dan telah dikaruniai dua orang anak, yaitu Nurfitria Sekarwillis Kusumawardhani dan Mohammad Arif Gobel.
 
Di usia muda ayah Rachmat telah menerapkan konsep apa itu kerja keras. Pada hari libur, ia harus berangkat mengikuti latihan bekerja di pabrik sehari penuh itu. Mengikuti ritme layaknya pekerja pabrik. 
 
Saat itu pula ayahnya mengajak berdiskusi seputar usaha, bertukar pikiran tentang pandangannya terhadap dunia usaha. Kisah hidupnya begitu berwarna bahkan pernah dikemplang (ditampar.red) oleh sang ayah. Dia juga pernah hampir gagal masuk universitas di Tokyo, Jepang. 
 
“Saya kalau salah ngomong saja ditempeleng, plak…,” kata Rachmat saat menyampaikan kesan menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Chuo University di Wisma Duta, Tokyo. Dia melukiskan begitu kerasnya gemblengan sang ayah menjadikannya manusia yang tangguh dan berkarakter kuat. 
 
Setelah tamat Sekolah Menengah Atas di Jakarta pada 1981, Rachmat Gobel atas kemauannya sendiri akhirnya memilih untuk melanjutkan kuliahnya di Jepang ketimbang di Amerika Serikat. Chuo University di Tokyo, Jepang, menjadi tempat pilihan dirinya dalam menimba ilmu. 
 
Meski begitu lantaran universitas itu menerima banyak mahasiswa asing lah ia bisa diterima. Keputusan tersebut diambilnya punya pertimbangan khusus. Bahwasanya belajar di Jepang itu tidak hanya dirinya mendapatkan ilmu, namun juga dapat mempelajari bahasa dan budaya Jepang. 
 
Hal ini tentunya akan memperlancar komunikasi dan hubungan dengan rekan utama bisnis Kelompok Usaha Gobel sendiri, yaitu Matsushita Group (sekarang Panasonic Group), yang berasal dari negeri matahari terbit itu. 
 
Menurut Wakil Rektor Universitas Chuo Prof. Toshikazu Kato yang juga memberikan sambutan di Wisma Duta, Rachmat yang di sebut- sebut anak yang  “pas- pasan” dalam pendidikan.

 

Akan tetapi namanya melejit selepas ikut masuk bisnis keluarganya bersama Matsushita selepas kuliah.

 
“Sebetulnya saya tidak masuk Chuo karena dari 70 orang yang dijatah sudah penuh. Semua jago. Bahasa Jepang saya juga tak terlalu bagus. Tetapi argumentasi sebagian dosen, harus banyak orang asing, maka saya akhirnya diterima,” ujarnya.
 
Pada saat usianya menginjak 22 tahun, Rachmat berkisah, ayahnya kembali masuk Rumah Sakit. Kala itu beliau dikisahkan Rachmat kembali menjabat tangannya erat-erat, bahkan keras.

 

“Kamu harus ambil estafet, jaga kehormatan keluarga, kelangsungan perusahaan. Saya minta maaf karena mendidik kamu dengan keras,” ujarnya menirukan pesan ayahnya, yang tak lama kemudian meninggal dunia.

Rachmat sempat terbata-bata saat mengucap kembali apa yang dikatakan sang ayah. Apalagi, dia juga menyebut salah satu kakaknya, Emmy, juga sedang sakit di Singapura, mengirimkan sms: “Tenny, ini untuk ayah… Ayah pagi bekerja, malam kuliah,” ujar Rachmat mengutip SMS kakaknya itu. 

 
SMS tersebut ia terima sebelum berpidato di Universitas Chuo. Ayahnya, Drs. H. Thayeb Mohammad Gobel, akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 21 Juli 1984, disaat Rachmat tengah di Jepang.
 
Kembali ke Indonesia, Rachmat Gobel menerima pesan ayah baik- baik, itulah yang disebut prinsip okaishi atau “mengembalikan”. Merasa belum sempat berbalas budi ayahnya, maka dia mengembalikan yaitu dengan berusaha mengelola perusahaan sebaik-baiknya, yang memberi manfaat kepada lebih banyak orang sebagai “amal jariyah”.
 
“Perusahaan itu seperti amal jariyah, karena bisa mempekerjakan banyak orang,” ujarnya.
 
Musibah ini datang ketika peresmian berdirinya Yayasan Pendidikan Matsushita Gobel (sekarang Yayasan Matsushita Gobel), yang merupakan impian almarhum yang baru tercapai. 
 
Rachmat pulang membawa beban meneruskan usaha ayahnya menjadi penerus generasi kedua. Pada tahun 1989, Rachmat Gobel secara tetap kembali ke Indonesia dan langsung menduduki posisi Asisten Presiden Direktur di PT. National Gobel (PT. Panasonic Manafacturing Indonesia). 
 
Inilah perusahaan joint venture pertama antara pihak Jepang dengan Indonesia di bidang industri manufaktur elektronik, yang berdiri pada tahun 1970.

 

Di 1991, Rachmat resmi diangkat menjadi anggota Dewan Direksi memiliki kewenangan penuh. Sosoknya sangat penting mempertahankan serta mengembakan usaha ini karena krisis telah menghadang. 

 
Dia jika diibaratkan seperti sosok Donald Thrump, yang sukses atas apa yang diwariskan ayahnya. Yang berbeda, dan kami rasa lebih sulit, ia menerima perusahaan yang notabennya baik dalam segalanya. Pesan sang ayah jadi beban sekaligus penyemangat.
 
 “Saya mendapatkan kepercayaan harus bayar dengan kepercayaan. Respek harus dibayar dengan respek. Keras dibayar dengan keras,” tuturnya.
 
Dia terus berupaya “mempertahankan” perusahaan warisan ayahnya sekaligus membesarkan. Ia bukan saja mengelola bisnisnya agar tetap bertahan di tengah masa krisis, namun juga berusaha membangun perusahaan sekaligus membangun tempat kerja bagi banyak orang.
 

Pengusaha Generasi Kedua

 
Berbekal filosofi pohon pisang dari ayahnya dan filosofi air mengalir dari keran dari Konosuke Matsushita, rekan kerja ayahnya dan juga pendiri Panasonic Corporation – Jepang. Rachmat mampu mejalankan bisnis warisan itu dengan baik. 
 
Perusahaannya berkembang pesat menciptakan berbagai produk yang berkualitas. Di tahun 1993, dia diangkat menjadi wakil Presiden Direktur di PT. National Gobel (PT. Panasonic Manufacturing Indonesia) dan Presiden Direktur dari PT. National Panasonic Gobel (PT.Panasonic Gobel Indonesia) yang merupakan perusahaan joint venture. 
 
Perusahaan khusus tersebut didirikan untuk menangani pemasaran dan penjualan barang-barang elektronika merek “National – Panasonic – Technic” (sekarang “Panasonic”).
 

“Leaders are made, they are not born…”

Begitu ungkapan yang pantas disandang olehnya. Awal 90 -an, disaat pertumbuhan sedang tumbuh pesat, ia melihat sebuah peluang melakukan ekspansi. Bisnis Gobel Group yang dimotori oleh mereka perusahaan- perusahaan Matsushita- Gobel (Panasonic- Gobel). 

 
Ekspansi tersebut didasari atas pertimbangan untuk mengembangkan usaha-usaha yang tadinya hanya berorientasi lokal menjadi juga berorientasi ekspor, seiring dengan kebijakan pemerintah saat itu.

 

Dia juga aktif dalam kegiatan pengembangan usaha kecil dan menengah. Mendapatkan penghargaan atas berbagai usaha mendukung usaha kecil “Bakti Koperasi dan Pengusaha Kecil” oleh Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil RI. 

 
Rachmat juga dua kali menjadi Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia – Koordinator Bidang Industri, Teknologi dan Kelautan periode 2004-2008. Disaat mulai aktif di Kadin, dia mulai aktif mengunjungi sentra industri di daerah.

 

Kunjungan- kunjungan (blusukan) ini tidak hanya untuk mengetahui secara langsung permasalahan yang kemudian dihadapi oleh para pelaku industri setempat, tapi sekaligus mencarikan jalan pemecahannya. 

 
Bahkan sejak 2006, Rachmat Gobel mulai mendorong tradisi baru bersama Ketua Umum Kadin Indonesia Mohamad Suleman Hidayat, menggelar serangkaian roundtable discussion dengan asosiasi-asosiasi industri untuk menyusun VISI 2030 dan RoadMap 2010 Industri Nasional.

 

Melalui visi ini diharapkan dapat diciptakan komitmen bersama seluruh pemangku kepentingan, untuk meningkatkan Daya Saing Industri Nasional. VISI 2030 serta RoadMap 2010 Industri Nasional, kemudian telah diperbaharui menjadi RoadMap 2015. 

 
Saat itu Rachmat Gobel menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia – Koordinator Bidang Infrastruktur dan Ketua DPN Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Pada 2008, Rachmat Gobel sukses manarik infestasi Qatar Telecom.

 

“Qtel dengan gembira mengumumkan telah menjalin hubungan strategis dengan Rachmat Gobel,” ujar Sheikh Abdullah Al Thani, Ketua Qtel Grup dalam siaran persnya yang diterima detikFinance.

Tidak terbatas terkait akan dunia usaha, ia juga telah menyisihkan waktu mengapresiasi berbagai macam bentuk seni budaya tradisional Indonesia, seperti batik, keris, jamu, aneka kerajinan Indonesia lainnya, seni bela diri pencak silat dan seni musik angklung. 

 
Berbagai macam usaha ditempuhnya agar seni budaya tradisional dan berbagai kegiatan ekonomi kreatif kita lainnya tersebut, dapat turut bersaing dan tampil di ajang internasional, sehingga mampu menyejajarkan diri dengan seni modern dan hiburan global.

 

Sikap dan langkahnya, riil untuk bangsa ini. Dalam kaitan nasionalisme dan upaya agar citra bangsa kita terangkat, antara lain Rachmat aktor di belakang layar keberhasilan “membujuk” tokoh semacam Bill Gates memakai baju batik saat menemui Presiden SBY. 

 
Atas karsa atau tindakannya itu telah mendorong kondisi ideal untuk ekonomi kreatif, hingga di tahun 2014 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memberikan “Anugerah Dharma Cipta Karsa”, sebagai tokoh promosi warisan budaya dan ekonomi kreatif.

 

Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Komentar