Bisnis Menjanjikan Keripik Singkong Kisah Muhdi

Комментарии · 50 Просмотры

Lagi- lagi bisnis menjanjikan keripik singkong. Pengusaha Muhammad Muhdi, usia 46 tahun, asal Medan, Sumatra Utara. Kisah Hadi yang dikenal tidak bisa mengendarai kendaraan. “Naik kereta (sepeda motor) saja tidak bisa,” tuturnya.

Lagi- lagi bisnis menjanjikan keripik singkong. Pengusaha Muhammad Muhdi, usia 46 tahun, asal Medan, Sumatra Utara. Kisah Hadi yang dikenal tidak bisa mengendarai kendaraan. “Naik kereta (sepeda motor) saja tidak bisa,” tuturnya.

 

Usianya sudah tidak muda namun menghasilkan banyak cuan. Dimana dia memiliki 73 orang karyawan, dari keripik singkong sampai turunannya. Ia bahkan mengekspor produknya. Orangnya optimis sampai keurusan luar negeri. 

 

Bayangkan dia begitu yakin mampu mengangkat keripik singkong “murahan”. Optimisme Muhdi tidak tercipta karena talenta melainkan pengalaman. Ada masanya ketika jatuh sampai dia terjepit sesak; dia langsung bangkit kembali. Berikut perjalanan hidup Hadi yang mengalami naik dan turun.

 

Muhdi hanya lulusan Madrasah Aliyah, Pondok Baru, Payaman Magelang, Jawa Tengah. Ia berangkat ke Medan menjadi Nazir Masjid Nurul Imam di komplek Perhubungan Udara, Padang Bulan, Medan. Hadi muda bekerja macam- macam seperti tukang kebon taman kanak Ikadiasa.

 

A. Siong, pedagang telur, pernah menawarinya berdagang telur. Hadi menjajal sampai menanjak, tak sekedar jualan telur, melainkan semua logistik seperti minyak, beras, sampai sirup ke Pondok Pesantren Roudhatul Hasanah, Medan.

 

Keadaan berbali ketika krisis 1997 datang. Pemilik toko tempatnya membeli barang bangkrut. Ia lantas coba berdagang bahan pokok. Di tengah situasi tidak menentu, ia pulang kampung pada lebaran tahun 1999. Dimana ide bisnis menjanjikan keripik singkong bangkit.

 

“Ada orang yang buat keripik manual. Saya lalu beli peralatannya manual,” tuturnya. Usaha tersebut membutuhkan modal alat potong Rp.250 ribu, wajan Rp.75 ribu, dan alat tampi Rp.15 ribu.

 

Modal seadanya dibawa langsung ke Medan. Kemudian ia membeli singkong 5 kg dari pasar dan juga minyak goreng 2 kilogram. Ternyata keripik buatannya tenggelam dalam minyak. Esoknya ia membeli singkong dari petani, digoreng lagi, eh kembali tenggelam kedalam minyak.

 

Muhdi mengusut ternyata disebabkan wajan kebesaran, minyak terlalu banyak, hingga api yang terlelalu besar. Ternyata tidak semudah itu membuat keripik singkong. Pengusaha Muhdi merasakan bahwa tidak mudah. Dia masih melanjutkan mencoba membuat keripik singkong.

 

Dia lalu menukar wajannya yang dibeli dari Magelang. Dibelinya wajan milik orang- orang yang bikin keripik pisang. Berkali- kali dia mencocokan antara takaran pisang dan minyak. Ia terus usaha sampai menemukan resep cocok.

 

Pada 1999, usahanya memproduksi 100 kilogram keripik perhari dan menggoreng seharian non- stop. Ia terus berjualan memenuhi kebutuhan pasar. Sampai warga sekitar pun mulai terganggu akan aktivias usaha Hadi. Mereka terusik sampai Hadi pindah keluar Medan.

 

Mereka terusik dari aktivitas menggoreng setiap malam. Warga juga terganggu akan limbah singkong yang menggunung. Ia pindah ke wilayah pinggiran Medan Tuntungan. Sewa rumah seharga Rp.900 ribu untuk tiga tahun.

 

“Saya sewa rumah yang katanya berhantu Rp.900.000 untuk tiga tahun,” ceritanya. Ia membuat dapur kembali buat produksi. Hadi mengajak lima orang tetangganya di Tuntungan. Produksi meningkat, dari sekilo menjadi 150 kg, perhari menjadi 05 ton, dan 1 ton perhari.

 

Tenaga kerja menjadi 15 orang menggoreng. Namun, pada 2002, pemilik rumah hendak menjual rumah di alamat Jalan Tunas Mekar, Tuntungan II, Pancur Batu, Medan. Dimana Muhdi langsung berangkat ke Bank hendak meminjam uang.

 

Dibelinya rumah dan tanah buat kembali melanjutkan produksi. Produksi meningkat sampai 2 ton perhari. Pada tahun itu, ia mendapatkan pelatihan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan juga mendaftarkan produknya bermerek dagang Kreasi Lutfi, berdasarkan nama anaknya.

 

Produksi sempat berhenti total karena ditipu penjual. Pada 2004, dikisahkan penjual semua kabur bawa lari dagangan. Muhdi lantas menjual kendaraan untuk menutupi kerugian. Utang tidak terbayar. Dia lalu menggoreng keripik kembali dari awal, bermodal uang Rp. 1,1 juta.

 

Uang segitu menjadi 200 bal keripik. Ia meminta mantan penjualnya buat menjadi ditributor. Usaha ini kembali menanjak ditangannya. Sejak tahun 2005, pengusaha Muhdi sudah memproduksi 4 ton keripik singkong. Muhdi lantas merambah memproduksi gaplek.

 

Buat mengatasi limbah maka dibutuhkan rencana. Muhdi menjadikan kulitnya sebagai pupuk. Bisnis menjanjikan keripik singkong merambah opak. Hadi juga memproduksi tepung singkong pengganti terigu. Total karyawannya meningkat menjadi 75 orang.

 

Gila, bahkan keripik singkong sampai ke Korea Selatan. Muhdi mereguk pasar ekspor sampai dikirim ke Korea. Dua minggu mengirim sampai satu kontainer. Satu kontainer berisi 2.566 kotak keripik, dimana sekotak beratnya 2,6 kg. Khusus ekspor ukuran keripik diukur 5,7 cm.

 

Hadi selalu tampil sederhana. Walau menjadi pengusaha sukses tidak berubah. Bermula dari merasakan hidup kepepet, tetap berusaha, dimana menyelaraskan otak, otot, dan omongan. Dia mengerjakan semua santai, menyenangkan, tetapi selalu selesai.

 

Produknya bermutu, murah, dan mudah. Muhdi lantas melanjutkan pendidikan di Insitut Agama Islam Negeri Sumut. Ia sempat berpikir akan menjadi guru, malah menjadi pengusaha sukses.

 

Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Комментарии